BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kelarutan adalah jumlah
zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh.
Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kali kelarutannya juga akan
berubah. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan
dikatakan jenuh pada temperature tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan
lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh
disebut larutan tidak jenuh, dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan
jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain,
dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan.
Pengaruh
suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada peristiwa sederhana
yang terjadi pada kehidupan sehari-hari
yaitu kelarutan gula dalam air. Gula yang dilarutkan ke dalam air panas, dan
satu lagi dilarutkan ke dalam air dingin, maka gula yang akan lebih cepat larut
pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula kelarutannya.
Aplikasi lainnya yaitu pada bidang industri pada pembuatan reactor kimia, pada
proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat
digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan grandul-grandul pada industri
baja.
Oleh
karena itu percobaan tentang kelarutan sebagai fungsi suhu ini
dilakukan agar mempelajari tentang
kelarutan dan pengaruh suhu terhadap kelarutan serta mengetahui aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari maupun bidang industri.
1.2
Tujuan
-
Mengetetahui fungsi dari penambahan
indikator PP
-
Mengetahui konsentrasi asam oksalat dari
suhu 40°C, 30°C, 20°C, 10°C
-
Mengetahui pengaruh suhu dalam kelarutan
suatu zat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Yang dimaksud dengan kelautan dari
suatu zat dalam suatu pelarut adalah banyaknya suatu zat yang dapat larut secara
maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam
satuan mol/ liter. Jadi bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan
itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan
terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu
pelarutan (Hoedijono, 1990).
Dua komponen dalam larutan adalah
solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent
adalah substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah
solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat
dimungkinkan untuk memiliki semblan tipe larutan yang berbeda: padat dalam
padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan
sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah
padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas
(Yazid. Estien, 2005).
Suatu substansi dapat dikelompokkan
sangat mudah larut, dapat larut (Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly
Soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variabel, misalnya ukuran ion-ion,
muatan dari ion-ion, interaksi atara
ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan.
Kelarutan dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor
yang berhubungan dengan kelarutan antara lain:
1.
Sifat alami dari
solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau
soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk
miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi
polar lainnya.
2.
Efek dari
temperature terhadap kelarutan
Kebanyakan zat
terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan
pada temperatur tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang
besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada
liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan kelarutan
(Solubilitas).
3.
Efek tekanan
pada kelarutan
Perubahan kecil
dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan
tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelaruatn gas
dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang
terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas
larutan adalah dua kali lipat.
4.
Kelajuan dari
zat terlarut
a.
Ukuran partikel
b.
Temperatur dari
solvent
c.
Pengadukan dari
larutan
d.
Konsentrasi dari
larutan (Sukardjo, 1997).
Efek
panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan prinsip Le.
Chateliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan
terminology dari thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalphy dari
sistem telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar
vaporization atau DHv).
Perubahan entalphy untuk proses diberikan dengan mengurangi entalpy akhir
sistem dengan entalphy mula-mula.
DH = Hhasil – Hhasil
Secara
umum DH positif untuk setiap
perubahan maksroskopik yang terjadi pada tekanan konstan jika energi panas
mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut proses
endotermik, sedangkan entalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik.
Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa
keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama, dan sistem adalah
tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu eksotermik atau endotermik
tergantung pada temperatur dan sifat alamiah solute dan solvent untuk
memprediksi efek dari perubahan temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip
Le-Chatekiers, sangatlah diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi
untuk proses pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (DH1) sebagai jumlah kalor dari energi
panas yang seharusnya tersedia (DH1 positif) ataupun yang seharusnya
dipindahkan (DH1
negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang mana didalamnya
terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati
larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh.
Jika
entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan
penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari
larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur.
Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses
endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik.
Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi
eksotermik (Sukardjo, 1997).
Asam
oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis
asam etanadioat. Asam karboksilat paling sederhana ini bisa digambarkan dengan
rumus HOOC – COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih
kuat dari asam asetat. Dianionnya, dikenal sebagai oksalat, juga akan
pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu
ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat memiliki massa molar 90.30 gr mol-1,
dengan penampilan berupa kristal putih, densitasnya 1,90 gr cm-3. Kelrutan
dalam air yaitu 90 gr dm-3 (pada suhu 2OoC) dan
keasamannya (pKa) yaitu 1, 38, 4, 28. Titik nyala yaitu 166oC.
Senyawa-senyawa yang terkait yaitu Oksalil klorida, Dinadium oksalat, Kalsium
oksalat, dan Fenil oksalat ester. Data diatas berlaku pada temperatur dan
tekanan standar (25oC, 100 kPa).
Natrium
hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau soda hidroksida
adalah sejenis basa logam kauslik. NaOH membentuk larutan alkalin yang kuat
ketika dilarutkan kedalam air. Ia digunkan diberbagai macam industri,
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses tekstil, air minum, sabun dan
detergen. NaOH adalah basa yang paling umum digunakan dilabolatorium kimia.
NaOH murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet, serpihan,
butiran ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika larutan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol.
Walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan
KOH. Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya, meninggalkan
noda kuning pada kain dan kertas. Massa molar NaOH yaitu 39,9971 gr/mol.
Penampilan berupa zat padat putih, densitasnya 2,1 gr/cm3, padat,
titik lelehnya 3,8oC (591 K), titik didih 1390oC (1663
K), kelarutan dalam air 111 gr/100 ml (20oC), kebebasan (pKe) yaitu
– 2, 43, titik nyalanya yairu tidak mudah menguap.
Indikator
adalah suatu zat pennjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau basa atau
netral. Alearts dan Santika (1984) melampirkan beberapa indikator dan
perubahannya pada trayek pH tertentu, kegunaan indikator ini adalah untuk mengetahi
beberapa kira-kira pH suatu larutan. Disamping itu juga digunakan untuk
mengetahui titik akhir konsentrasi pada beberapa analisa kuantitatif senyawa
organik dan senyawa anorganik,
Fenol
ftalein adalah indkator titras iyang lain yang sering digunakan dan fenol
ftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam lemah
tidak berwarna dan ion-ionnyaberwanra merah muda terang. Penambahan ion
hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan kearah kiri dan mengubah
indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion
hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah kekanan untuk menggantikannya
mengubah indikator menjadi merah muda. Setelah tingkat terjadi pada pH 9,3.
Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah
muda pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat.
BAB
3
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Alat dan bahan
3.1.1 Alat
-
Pipet volume 10 ml
-
Tiang klem
-
Buret
-
Hot plate
-
Termometer
-
Labu Erlenmeyer
-
Gelas ukur
-
Labu takar 100 ml
-
Corong gelas
-
Pipet tetes
3.1.2 Bahan
-
Larutan H2C2O4
2N
-
Larutan NaOH 0,2N
-
Indikator pp
-
Es batu
-
Aquades
-
Kertas label
-
Tissue
3.2
Prosedur percobaan
3.2.1 Kelarutan NaOH pada suhu 40oC
-
Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam
labu takar 100 ml
-
Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut
dengan aquades hingga volumenya 100 ml (mencapai tanda batas)
-
Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah
diencerkan ke dalam Erlenmeyer
-
Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam
oksalat 20 ml hingga suhunya 60oC, kemudian diturunkan hingga
suhunya 40oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas es batu
-
Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut
1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan
mengalami perubahan warna menjadi merah muda.
3.2.2 Kelarutan NaOH pada suhu 30oC
-
Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam
labu takar 100 ml
-
Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut
dengan aquades hingga tanda batas
-
Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah
diencerkan ke dalam Erlenmeyer
-
Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam
oksalat 20 ml hingga suhunya 60oC, kemudian diturunkan hingga
suhunya 30oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu
-
Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut
1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan
mengalami perubahan warna menjadi merah muda.
3.2.3 Kelarutan NaOH pada suhu 20oC
-
Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam
labu takar 100 ml
-
Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut
dengan aquades hingga tanda batas
-
Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah
diencerkan ke dalam Erlenmeyer
-
Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam
oksalat 20 ml hingga suhunya 60oC, kemudian diturunkan hingga
suhunya 20oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu
-
Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut
1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan
mengalami perubahan warna menjadi merah muda.
3.2.2 Kelarutan NaOH pada suhu 10oC
-
Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam
labu takar 100 ml
-
Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut
dengan aquades hingga tanda batas
-
Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah
diencerkan ke dalam Erlenmeyer
-
Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam
oksalat 20 ml hingga suhunya 60oC, kemudian diturunkan hingga
suhunya 10oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu
-
Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut
1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan mengalami
perubahan warna menjadi merah muda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan sistem NaOH . H2C2O4
V
H2C2O4
|
[H2C2O4]
|
V
NaOH
|
[NaOH]
|
T
|
20
ml
20
ml
20
ml
20
ml
|
2
N
2
N
2
N
2
N
|
1,1
ml
1,1
ml
1,0
ml
1,1
ml
|
0,2
N
0,2
N
0,2
N
0,2
N
|
40o
30o
20o
10o
|
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi antara
NaOH + H2C2O4
2NaOH(aq) + H2C2O4
à Na2C2O4(aq)
+ 2H2O(ℓ)
4.2.2 Reaksi
antara NaOH + indikator PP
4.3 Perhitungan
4.3.1 Mencari
konsentrasi asam oksalat
4.3.1.1 N1
H2C2O4 pada suhu 40oC
Diketahui
: VH2C2O4 = 20 ml
NNaOH = 0,2 N . 2
= 0,4 N
VH2C2O4 = 1,1 ml
Ditanya
: NH2C2O4 ?
Dijawab
: NH2C2O4 . VH2C2O4
= NNaOH . VNaOH
NH2C2O4 . 20
ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml
NH2C2O4 = 0,022
§ Faktor Pengenceran = 100/10 = 10
§ NH2C2O4 x Faktor
Pengenceran
= 0,022 x 10
= 0,22 N
4.3.1.2 N2
H2C2O4 pada suhu 30oC
Diketahui
: VH2C2O4 = 20 ml
NNaOH =
0,2 N . 2
= 0,4 N
VH2C2O4 = 1,1 ml
Ditanya
: NH2C2O4 ?
Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 =
NNaOH . VNaOH
NH2C2O4 . 20
ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml
NH2C2O4 = 0,022
§ Faktor Pengenceran = 100/10 = 10
§ NH2C2O4 x Faktor
Pengenceran
= 0,022 x 10
= 0,22 N
4.3.1.3 N3
H2C2O4 pada suhu 20oC
Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml
NNaOH = 0,2 N . 2
= 0,4 N
VH2C2O4 = 1,1 ml
Ditanya : NH2C2O4 ?
Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 =
NNaOH . VNaOH
NH2C2O4 . 20
ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml
NH2C2O4 = 0,022
§ NH2C2O4 x Faktor
Pengenceran
= 0,022 x 10
= 0,22 N
4.3.1.4 N4 H2C2O4
pada suhu 10oC
Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml
NNaOH = 0,2 N . 2
= 0,4 N
VH2C2O4 = 1,1 ml
Ditanya : NH2C2O4 ?
Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 =
NNaOH . VNaOH
NH2C2O4 . 20
ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml
NH2C2O4 = 0,022
§ Faktor Pengenceran = 100 / 10 = 10
§ NH2C2O4 x Faktor
Pengenceran
= 0,022 x 10
4.4 Pembahasan
Suatu
zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas. Batas
itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah suatu zat terlarut yang dapat melarut
pada sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh. Kelarutan
suatu zat dapat ditentukan dengan menimbang zat yang akan ditentukan
kelarutannya. Kemudian dilarutkan, misalnya dalam 100 ml pelarut. Jumlah zat
yang ditimbang harus diperkirakan dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang
ditandai masih tepatnya zat yang tidak larut. Didasar wadah setelah dilakukan
pengocokkan dan didiamkan. Setelah terjadi kesetimbangan antara zat padat yang
larut dan yang tidak larut.Padatan yang tidak larut lalu disaring dan
ditimbang. Selisih berat awal dan berat padatan yang tidak larut merupakan
kelarutan zat tersebut dalam 100 ml. Daya larut suatu zat berbeda-beda
tergantung dari sifat zat terlarut dan pelarutnya. Ada beberapa zat yang mudah
larut dan ada pula yang sukar larut. Biasanya kelarutan dinyatakan dalam gram
zat tersebut per 100 ml atau per 100 gram pelarut.
Suatu
larutan jika merupakan keseimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan dapat
bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan
bertambah bila suhu dinaikkan karena umumnya proses pelarutan bersifat
endotermik. Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang
lainnya.
Suatu
substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut, sedikit larut
dan tidak dapat larut. Beberapa variable, misalnya ukuran ion-ion, interaksi
antara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi
larutan. Kelarutan dari solute relatif mudah di ukur melaui percobaan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain: sifat alami dari solute dan
solvent, merupakan substansi polar cenderung lebih miscible atau solube dengan
substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk bercampur dengan
substansi non polar lainnya, dan tidak bercampur dengan substansi polar
lainnya; Efek dari temperatur terhadap kelarutan yaitu kebanyakan zat terlarut
mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada
temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent memiliki efek yang besar dari
zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liqiud,
kenaikkan temperature akan berdampak pada kelarutan (solubilitas). Jika
kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikkan suhu, maka kelarutan gas
berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut.
Luas permukaan sentuhan zat kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh
permukaan (besar, kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat
terlarut dapat diperbesar melalui proses pengadukkan atau pengerusan secara
mekanis. Gula halus lebih mudah larut dari pada gula pasir. Hal ini karena luas
bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir. Sehingga gula halus lebih
mudah berinteraksi dengan air; Daya hantar listrik, air murni merupakan
penghantar listrik yang buruk akan tetapi jika dala air tersebut ditambahkan
zat terlarut maka sifat daya hantarnya akan berubah sesuai dengan jenis zat
yang dilarutkan; Efek tekanan pada kelarutan yaitu perubahan kecil dalam
tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada
kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada
tekanan dari gas diatas larutan,
sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat
tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat; Kelajuan dari zat
terlarut, dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh ukuran partikel, tempeatur
dari solvent, pengadukan dari larutan, dan konsentrasi dari larutan; pelarut
yaitu kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam pelarut anorganik dan
garam oragnik lebih dapat larut dalam pelarut organik, ion-ion dalam kristal
tidak memiliki gaya tarik yang lebih besar terhadap molekul pelarut organik.
Oleh karena itu, biasanya kelarutannya lebih rendah dibandingkan kelarutan
dalam air; Pengaruh aktivitas yaitu ternyata banyak endapan menunjukkan
kelarutan yang meningkat dalam larutan yang mengandung ion-ion yang tidak
bereaksi secara kimia dengan ion-ion endapan; Pengaruh pH yaitu ion hidrogen
yang bersenyawa dengan anion suatu garam u tuk membentuk asam lemah, dengan
demikian meningkatkan kelarutan garam itu. Pada larutan yang keasamannya cukup
tinggi, anion asam lemah tidak mengubah pH secara berarti; Volume yaitu volume
berbanding terbalik dengan tekanan, karena volume yang besar menyebabkan kelarutannya
semakin rendah, hal ini di sebabkan apabila volume tinggi, maka tumbukannya
antara partikel yang satu dengan yang lain akan semakin jarang terjadi dan
reaksi akan berjalan lambat sehingga zat terlarut akan sulit larut dalam zat.
Pada
percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu, hal pertama yang kita lakukan adalah
mempipet 10 ml asam oksalat kedalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan asam
oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga volumenya 100 ml, hingga tanda
batas. Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan kedalam erlenmayer.
Kemudian dipanaskan erlenmayer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60oC.
Fungsi dipanaskan adalah agar suhunya meningkat, karena apabila suhunya
dinaikkan energi kinetiknya meningkat dan semakin sering terjadinya tumbukan
sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat. Dipanaskan hingga suhu 60oC,
karena suhu tersebut merupakan suhu optimum. Lalu suhu diturunkan
berturut-turut hingga 40oC, 30oC, 20oC, dan 10oC.
Untuk menurunkan suhu larutan, gelas piala yang berisi larutan diletakkan
didalam wadah yang berisi es batu. Disini asam oksalat sebagai solut (zat
terlarut) dan H2O sebagai solvent (zat pelarut). Fungsi penurunan
suhu, agar dapat mengetahui kelarutan pada suhu yang berbeda. Larutan asam
oksalat memiliki kelarutan yang tinggi seiring dengan kenaikan suhu. Kemudian
ditambahkan 1-2 tetes indikator PP kedalam erlenmayer. Untuk mengetahui
konsentrasi asam oksalat pada masing-masing suhu, larutan asam oksalat
ditambahkan indikator PP. Penambahan indikator PP ini bertujuan untuk
mengetahui titik ekuivalen dari larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat
memiliki kelarutan yang tinggi seiring dengan kenaikkan suhu. Indikator PP
memiliki trayek pH 4,2-6,3 dan berwarna bening pada suasana asam dan berwarna
merah muda pada suasana basa. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,2 N. Lalu
kemudian dicatat volume yang didapat. Pada suhu 40oC, larutan asam
oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah
1,1 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4
adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -3, 6741 x 10-3 J/mol.K.
Pada suhu 30oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan
NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,1 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4
adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -5, 6930 x 10-3 J/ mol.K. Pada
suhu 20oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH
0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,0 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4
adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -7,8497 x 10-3 J/ mol.K.
Dan padaada suhu 10oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan
menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,1 ml, sehingga dapat dihitung
N H2C2O4 adalah sebesar 0,022 N dengan laju
reaksi -1, 106 x 10-2 J/ mol.K.
Aplikasi
panas kelarutan dalam industri adalah dalam pembuatan reactor kimia, bila panas
pelarutnya diketahui untuk menghindari kerusakan pada reactor karena kondisi thermal
tertentu dengan kelarutan reactor tersebut.
Prinsip
percobaan pada praktikum kali ini adalah menentukan panas pelarutan dari asam
oksalat. Asam okslat merupakan asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4,
padatan kristal tak berwarna dan bersifat racun. Pertama-tama dilkukan
pengenceran pada asam oksalat, kemudian dinaikkan suhunya hingga 60oC
sebelum H2C2O4 dititrasi dengan NaOH, terlebih
dahulu suhu diturunkan hingga mencapai 40, 30, 20, 10oC.
Kemudian kedalam larutan ditambahkan indikator PP. Indikator PP merupakan
senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C2OH14O4.
Setelah itu dapat di hitung volume NaOH. Mol NaOH merupakan hasil kali antara
konsentrasi dengan volume NaOH yang dibutuhkan.
BAB
5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Penambahan
indikator PP berfungsi untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam
proses pentitrasi dengan terjadinya perubahan warna pada larutan
- Konsentrasi
asam oksalat dari masing-masing suhu adalah pada suhu 40°C sebesar 0,22 N, pada
suhu 30°C sebesar 0,2 N, pada suhu 20°C sebesar 0,2 N dan pada suhu 10° C
sebesar 0,22 N.
- kelarutan
suatu zat akan bertambah seiring dengan semakin meningkatnya suhu. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi suhu/temperature tumbukan antar
partikel-partikel dalam zat tersebut semakin cepat sehingga akan mempercepat
terjadinya reaksi (palarutan).
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan
reagen lebih dari satu tidak hanya H2C2O4, misalnya
H2S sehingga praktikan lebih bertambah wawasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ismarwanto,
Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia
Analisa Bag. 1. Surabaya: FTI ITS
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta
Yazid, Estien.
2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis.
Yogyakarta: Penerbit Andi
terimakasihhh
ReplyDelete