BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kelarutan sering
digunakan dalam beberapa faham. Kelarutan menyatakan pengertian secara
kualitatif dari proses larutan. Kelarutan juga di gunakan secara kuantitatif
untuk menyatakan komposisi dari larutan. Suatu larutan dinyatakan merupakan
”larutan tidak jenuh” jika solute dapat ditambahkan untuk memperoleh berbagai
larutan yang berbeda dalam konsentrasinya. Dalam banyak hal, ternyata proses
penambahan solute tidak dapat berlangsung secara tidak terbatas. Suatu keadaan
akan dicapai dimana penambahan solute pada sejumlah solvent yang tertentu tidak
akan menghasilkan larutan lain yang memiliki konsentrasi lebih tinggi.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan
dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah
etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya
disebut miscible.
Pelarut tertentu pada umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa
gas, cairan lain, atau padat. Tingkat kelarutan
bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble)
sering diterapkan pada senyawa-senyawa yang sulit
larut, walaupun sebenarnya hanya terdapat sedikit kasus yang benar-benar tidak terdapat bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilewati agar dapat menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated) yang stabil.
Oleh karena itu praktikum ini
dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan dapat mengetahui kelarutan dua jenis
zat yang tidak saling campur ketika dicampurkan pada saat mencapai titik kritis
maupun sebelum mencapai titik kritis.
1.2 Tujuan
-
Mengetahui kelarutan fenol dalam aquades dan kelarutan
fenol dalam NaCl
-
Mengetahui perbedaan efek salting in dan salting out
pada sistem fenol-aquades dan sistem fenol-NaCl
-
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
-
Mengetahui prinsip kelarutan timbal balik
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
Istilah kelarutan digunakan untuk
menyatakan jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu zat
pelarut atau larutan. Kelarutan bergantung pada jenis zat terlarut, ada zat
yang mudah larut tetapi banyak juga yang sedikit larut. Konsentrasi dari
larutan jenuh, yaitu kelarutan, tergantung pada:
-
Sifat solvent
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute
mempunyai kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari
molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan dari sifat-sifat kelistrikan,
misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka gaya-gaya tarik
yang terjadi antara solute-solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada
kesamaan, maka gaya-gaya tarik solute-solvent lemah. Secara umum, padatan ionik
mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar daripada dalam
pelarut non-polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari
padatan-padatan ionik akan lebih besar.
-
Sifat solute
Penggantian solute berarti pengubahan interaksi-interaksi
solute-solute dan solute-solvent.
-
Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan
dinaikkan. Gelembung-gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah
kenyataan bahwa udara yang terlarut menjadi kurang larut pada suhu-suhu yang
lebih kecil. Hal yang serupa, tidak ada aturan yang umum untuk perubahan suhu
terhadap kelrutan cairan-cairan dan padatan-padatan (Rahman, 2004).
Jenis-jenis
larutan yang penting yaitu :
1. Larutan gas dalam gas
Gas dengan gas selalu bercampur
sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan adalah aditif, asal tekanan
total tidak terlalu besar.
2. Larutan gas dalam cair
Tergantung pada
jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur. Daya larut N2, H2,
O2 dan He dalam air, sangat kecil. Sedangkan HCl dan NH3
sangat besar. Hal ini disebabkan karena gas yang pertama tidak bereaksi dengan
air, sedangkan gas yang kedua bereaksi sehingga membentuk asam klorida dan
ammonium hidroksida. Jenis pelarut juga berpengaruh, misalnya N2, O2,
dan CO2 lebih mudah larut dalam air daripada alkohol.
3. Larutan cairan dalam cairan
Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, bercampur
sebagian, atau tidak sama sekali bercampur. Daya larut cairan dalam cairan
tergantung dari jenis cairan dan temperatur. Zat-zat yang memiliki jenis
kepolaran yang hampir sama dan daya larutnya besar, contohnya Benzena-Toluena, Air-Alkohol, Air-Metil. Zat-zat yang memiliki jenis kepolaran berbeda dan tidak dapat bercampur,
contohnya air-nitrobenzena, air-klorobenzena (Petrucci, 1993).
Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat terlarut, jenis
pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan. Batas daya larutnya adalah
konsentrasi larutan jenuh. Konsentrasi larutan jenuh untuk bermacam-macam zat
dalam air sangat berbeda, tergantung jenis zatnya. Umumnya daya larut zat-zat
organik dalam air lebih besar daripada dalam pelarut-pelarut organik. Umumnya
daya larut bertambah dengan naiknya temperatur karena kebanyakan zat mempunyai
panas pelarutan positif.
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur
sebagian bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai
temperatur kritis, maka larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan
jika temperaturnya telah melewati temperatur kritis maka sistem larutan
tersebut akan kembali dalam kondisi bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh
dari temperatur timbal balik adalah kelarutan fenol dalam air yang membentuk
kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya % fenol dalam setiap
perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis maupun saat
mencapai dan setelah melewati temperatur kritis. Jika temperatur dari dalam kelarutan fenol aquades dinaikkan di atas 50°C, maka komposisi larutan dari sistem larutan tersebut akan berubah.
Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan bertambah lebih dari 11,8 % dan
kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang kurang dari 62,6 %. Pada saat
suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem larutan tersebut menjadi
seimbang dan keduanya dapat dicampur dengan sempurna (Voight,
1994).
Zat-zat dengan
struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan
zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur
(like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan
mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut
dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter
bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak
bercampur (completely immiscible).
Kelarutan gas
umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air
dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air,
sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat
padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa
zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperature yang lebih tinggi.
Karena
molekul-molekul dalam pelarut terdispersi secara merata, maka penggunaan
larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis
dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.
Bila zat A
dilarutkan dalam pelarut maka akan menjadi tipe larutan sebagai berikut:
1.
Larutan encer, yaitu larutan yang
mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan, yaitu
campuran yang mengandung sejumlah besar zat A.
3. Larutan jenuh,
yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut dalam air
pada volume dan tekanan tertentu.
4. Larutan lewat
jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas
kelarutannya didalam air pada temperatur tertentu (Sukardjo, 2004).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Alat dan bahan
3.1.1
Alat
-
Gelas
kimia sedang
-
Gelas
kimia besar
-
Pipet
tetes
-
Hot
plate
-
Kipas
angin
-
Spatula
-
Timbangan
-
Masker
tipis
-
Masker
tebal
-
Sarung
tangan
-
Termometer
-
Gelas
ukur
-
Gelas
ukur
-
Batang
pengaduk
-
Labu
Erlenmeyer
3.1.2
Bahan
-
Padatan
fenol
-
Larutan
NaCl 1%
-
Aquades
-
Aluminium
foil
-
Kertas
label
-
Tissue
3.2
Prosedur percobaan
3.2.1
Sistem
fenol-aquades
-
Disiapkan
wadah penimbang fenol (gelas kimia)
-
Ditimbang
4 gram fenol sebanyak 4 kali. Pada saat penimbangan. Praktikan mengenakan
masker tebal dan tipis, sarung tangan, kemudian setelah setiap kali selesai
menimbang fenol, wadah tersebut harus segera ditutup dengan lembaran aluminium
foil.
-
Diukur
aquades dengan volume 4, 5, 6 dan 8 ml
-
Dilarutkan
aquades secara bertahap ke dalam masing-masing wadah penimbang fenol
-
Dipanaskan
campuran di atas hot plate sambil diaduk pelan hingga campuran berubah jernih.
-
Dicatat
suhu di mana campuran menjadi satu fasa (homogen), lalu diangkat campuran
tersebut dari hot plate dan dibiarkan dingin dengan sendirinya.
-
Dicatat
suhu di mana campuran menjadi dua fasa (heterogen) kembali
-
Ditutup
kembali wadah yang berisi campuran fenol dan aquades dengan aluminium foil
kembali, setelah setiap kali selesai pengukuran suhu.
3.2.2
Sistem
fenol-NaCl
-
Disiapkan
wadah penimbang fenol (gelas kimia)
-
Ditimbang
4 gram fenol sebanyak 4 kali. Pada saat penimbangan, praktikan mengenakan
masker tebal dan tipis, serta sarung tangan. Kemudian setelah setiap kali
selesai menimbang fenol, wadah tersebut harus segera ditutup dengan lembaran
aluminium foil.
-
Diukur
larutan NaCl 1% dengan volume 4, 5, 6 dan 8 ml
-
Dilarutkan
aquades secara bertahap ke dalam masing-masing wadah penimbang fenol (gelas
kimia)
-
Dipanaskan
campuran larutan NaCl dan fenol di atas hot plate sambil diaduk pelan hingga
campuran berubah jernih.
-
Dicatat
suhu di mana campuran menjadi satu fasa (homogen), lalu diangkat campuran
tersebut dari hot plate dan dibiarkan dingin dengan sendirinya.
-
Dicatat
suhu di mana campuran menjadi dua fasa (heterogen) kembali
-
Ditutup
kembali wadah yang berisi campuran fenol dan larutan NaCl dengan aluminium foil
setelah setiap kali selesai pengukuran suhu.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil dan pengamatan
4.1.1
Sistem
fenol-aquades
No.
|
Volume aquades
|
Suhu kritik (oC)
|
Suhu keruh (oC)
|
1.
|
4 ml
|
47
|
44
|
2.
|
5 ml
|
55
|
54
|
3.
|
6 ml
|
54
|
53
|
4.
|
8 ml
|
58
|
47
|
Massa
beker gelas kosong= 67,1 gram
4.1.2
Sistem
fenol-NaCl
No.
|
Volume aquades
|
Suhu kritik (oC)
|
Suhu keruh (oC)
|
1.
|
4 ml
|
64
|
43
|
2.
|
5 ml
|
74
|
45
|
3.
|
6 ml
|
68
|
38
|
4.
|
8 ml
|
73
|
32
|
4.2
Perhitungan
4.2.1
Sistem
fenol-aquades
Dik: V1H2O=
4 ml Ar H2O= 18
g/mol
V2H2O=
5 ml Ar C6H6=
94 g/mol
V3H2O=
6 ml
V4H2O=
8 ml
mfenol = 4 gram
dit fraksi mol
masing-masing…?
Jawab
4.2.1.1 Fenol + aquades 4 ml
mH2O=
1 gr/ml . 4 ml
= 4 gram
mfenol = 4 gram
nH2O= nfenol=
= 0,22 mol = 0,043 mol
X H2O=
= 0,84
X fenol=
1- X H2O
= 0,16
4.2.1.2
Fenol + aquades 5 ml
mH2O= 1 gr/ml . 5 ml
= 5 gram
mfenol = 4 gram
nH2O= nfenol=
= 0,278 mol = 0,043 mol
X H2O=
= 0,87
X fenol= 1-
X H2O
= 0,13
4.2.1.3
Fenol + aquades 6 ml
mH2O= 1 gr/ml . 6 ml
= 6 gram
mfenol = 4 gram
nH2O= nfenol=
= 0,33 mol = 0,043 mol
X H2O=
= 0,88
X fenol= 1-
X H2O
= 0,12
4.2.1.4
Fenol + aquades 8 ml
mH2O= 1 gr/ml . 8 ml
= 8 gram
mfenol = 4 gram
nH2O= nfenol=
= 0,44 mol = 0,043 mol
X H2O=
= 0,91
X fenol= 1-
X H2O
= 0,09
4.3.2
Sistem fenol-NaCl
Dik V1NaCl= 4 ml NaCl 1%=
V2NaCl= 5 ml = 1 gram
V3NaCl= 6 ml Ar
NaCl = 58,5 gram/mol
V4NaCl= 8 ml Ar
H2O = 18 gram/mol
mfenol =
4 gram Ar
C6H6 = 94 gram/mol
dit fraksi
mol masing-masing…?
Jawab
4.3.2.1
Fenol + NaCl 1% 4 ml
m NaCl=
= 0,04 gram
nNaCl= nfenol=
= 0,00068 mol = 0,043 mol
X NaCl=
= 0,016
X fenol= 1-
X NaCl
= 0,984
4.3.2.2
Fenol + NaCl 1% 5 ml
m NaCl=
= 0,05 gram
nNaCl= nfenol=
= 0,00085 mol = 0,043 mol
X NaCl=
= 0,019
X fenol= 1-
X NaCl
= 0,981
4.3.2.3
Fenol + NaCl 1% 6 ml
m NaCl=
= 0,06 gram
nNaCl= nfenol=
= 0,00102 mol = 0,043 mol
X NaCl=
= 0,023
X fenol=
1- X NaCl
= 0,977
4.3.2.4
Fenol + NaCl 1% 8 ml
m NaCl=
= 0,08 gram
nNaCl= nfenol=
= 0,0014 mol = 0,043 mol
X NaCl=
= 0,032
X fenol=
1- X NaCl
4.3
Grafik
4.3.1 Grafik sistem fenol-NaCl
4.4
Pembahasan
Kelarutan timbal balik merupakan
suatu keadaan dimana kelarutan suatu zat dapat menjadi homogen atau heterogen,
berganrung pada suhunya. Jika suatu zat dipanaskan mencapai titik kritiknya
(suhunya) maka zat tersebut akan menjadi satu fasa atau dapat dikatakan
homogen. Namun saat zat tersebut dipanaskan
melewati titik kritiknya, maka zat
tersebut akan berubah menjadi dua fasa atau dapat dikatakan heterogen, sama
seperti sebelum pemanasan.
Larutan
adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Misalnya,
zat terlarut terdispersi secara molecular dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur. Jika zat terlarut bersifat volatil
(mudah menguap), maka uap di permukaan larutan hanya terdiri atas uap pelarut
dan uap zat terlarut. Akan tetapi, jika zat terlarut sukar menguap, maka uap di
permukaan larutan hanya terdiri dari uap zat pelarut saja. Komposisi uap di
permukaanlarutan telah dipelajari oleh kimiawan dari Perancis, Francois Marie
Raoult. Raoult menemukan bahwa tekanan uap suatu komponen bergantung pada
fraksi mol komponen itu dalam larutan, dengan hubungan sebagai berikut
Misalkan
komponen A
|
|
dimana PA= tekanan
uap A
PoA=
tekanan uap murni A
XA= fraksi
mol A
Dengan
kata lain bunyi hukum Raoult adalah tekanan uap parsial komponen A dalam
larutan berbanding lurus dengan fraksi mol dan tekanan perbandingan adalah
tekanan uap komponen A murni.
Efek salting out adalah peristiwa adanya zat
terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama,
akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena
ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila
ke dalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Sedangkan efek salting in
adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam
pelarut menjadi lebih besar. Contohnya: riboflavin tidak larut dalam air tetapi
larut dalam larutan yang mengandung nicotinamida.
Prinsip percobaan pada praktikum
kelarutan timbal balik adalah proses pemanasan pada larutan untuk mengetahui
kelarutan suatu zat pada saat sebelum mencapai titik kritik, sesaat setelah
mencapai titik kritik dan setelah melewati titik kritik . Suatu zat akan
menjadi dua fasa sebelum dan setelah melewati titik kritik, dan akan menjadi
satu fasa sesaat setelah mencapai titik kritik.
Pada sistem fenol-aquades didapat
bahwa semakin banyak aquades yang ditambahkan pada setiap tahap pencampuran
fenl maka semakin tinggi suhu kritik yang diperoleh campuran fenol dan aquades.
Hal ini dikarenakan banyaknya pelarut yang ditambahkan sehingga semakin lama
mencapai suhu kritiknya. Pada suhu yang tinggi, intensitas tumbukan
antarpartikel semakin tinggi dan energi aktivasi yang diperlukan suatu zat
untuk bereaksi pun semakin besar. Dari grafik dapat dilihat bahwa suhu
berbanding terbalik dengan fraksi mol fenol yang didapat. Suhu yang dimaksud
adalah pada saat sistem fenol-aquades membentuk satu fasa, pada keadaan ini
terjadi efek salting in, yakni adanya zat terlarut tertentu (fenol) yang
menyebabkan kelarutan zat utama dalam pelarut (aquades) menjadi lebih besar.
Nilai fraksi mol fenol menurun seiring meningkatnya volume pelarut dan suhu
akan menurun ketika pelarut yang ditambahkan banyak.
Pada sistem fenol-NaCl didapat bahwa
semakin banyak larutan NaCl yang ditambahkan pada setiap tahap pencampuran
fenol maka semakin tinggi suhu kritik yang diperoleh campuran fenol dan NaCl.
Sama seperti sebelumnya, hal ini dikarenakan besarnya energi aktivasi yang
dibutuhkan antara larutan NaCl dan fenol untuk dapat saling melarutkan saat
mencapai suhu kritiknya. Suhu kritik adalah kenaikan suhu tertentu di mana akan
diperoleh komposisi larutan yang berada dalam kesetimbangan. Dari grafik dapat
dilihat bahwa fraksi mol fenol akan menurun seiring meningkatnya volume NaCl
yang diberikan. Namun jika diamati nilai fraksi mol fenol lebih besar jika
dibandingkan nilai frkais mol fenol pada campuran aquades. Hal ini diakibatkan
terjadinya efek salting out di mana adanya zat terlarut tertentu (fenol) yang
mempunyai kelarutan lebih besar disbanding zat utama, sehingga menyebabkan
penurunan kelarutan zat utama (NaCl).
Fenol bertindak sebagai zat
terlarut. Aquades dan NaCl sebagai pelarut. Saat dilakukannya pengambilan
fenol, praktikan diharuskan menggunakan sarung tangan serta masker berlapis
untuk menghindari aroma beracun fenol. Setelah selesai ditimbang, fenol
ditempatkan di wadah tertutup karena fenol bersifat higroskopis. Variasi volume
aquades dan NaCl pada sistem masing-masing bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kelarutan fenol dan titik kritik yang dapat dicapai.
Contoh aplikasi kelarutan timbal
balik adalah pada proses pembuatan logam besi. Ketika uap panas dimasukkan ke sebuah besi yang panas, uap
panas ini akan bereaksi dengan besi dan membentuk sebuah besi oksida magnetik
berwarna hitam yang disebut magnetit, Fe3O4. Hidrogen yang terbentuk oleh reaksi ini tersapu oleh aliran uap.
Dalam keadaan lain, hasil-hasil reaksi ini akan saling bereaksi. Hidrogen yang
melewati magnetit panas akan mengubahnya menjadi besi, dan uap panas juga akan terbentuk. Uap panas yang kali ini terbentuk tersapu oleh aliran hidrogen. Reaksi ini dapat berbalik, tapi dalam keadaan biasa, reaksi ini menjadi
reaksi satu arah. Produk dari
reaksi satu arah ini berada dalam keadaan terpisah dan tidak dapat bereaksi
satu sama lain sehingga reaksi sebaliknya tidak dapat terjadi.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi
-
Tertukarnya pipet pengambil larutan
-
Ketidakhati-hatian praktikan saat pengambilan padatan
fenol yang bersifat higroskopis
-
Kekurangtelitian sewaktu penimbangan sampel
-
Kesalahan/kekeliruan saat pembacaan suhu pada
termometer
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
-
Fenol tidak melarut sempurna ketika dilarutkan dalam
aquades dan NaCl. Hal ini dikarenakan fenol bersifat nonpolar sedangkan aquades
dan NaCl bersifat polar. Oleh karena itu fenol tidak akan membentuk campuran
homogen.
-
Efek salting in terjadi saat adanya zat terlarut yang
menyebabkan kelarutan zat utama dalam pelarut menjadi lebih besar sehingga akan
terbentuk campuran homogen. Efek ini terjadi pada sistem fenol-aquades ketika
campuran keduanya mencapai suhu kritik. Efek salting out terjadi saat adanya zat
terlarut yang mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat utama, sehingga
membentuk endapan. Efek ini terjadi pada system fenol-NaCl ketika campuran
keduanya mencapai suhu kritis
-
Factor yang mempengaruhi kelarutan antara lain, jenis
zat, suhu dan ukuran zat yang digunakan. Hanya zat yang memiliki kepolaran yang
sejenis yang dapat saling melarutkan. Pengaturan suhu yang disesuaikan dengan
titik didih zat yang digunakan akan mempercepat kelarutan. Semakin kecil luas
permukaan zat maka semakin cepat zat tersebut bereaksi agar dapat melarut
-
Prinsip dari percobaan ini adalah kelarutan dari dua
jenis zat yang memiliki jenis kepolaran yang berbeda, yang tidak saling melarut
sebagai akibat dari pengaruh suhu. Pada saat di atas suhu kritiknya, campuran
keduanya akan memisah seperti sebelum pemanasan, namun saat campuran keduanya
mencapai titik kritik, kedua zat tersebut membentuk campuran homogen.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih
berhati-hati ketika pengambilan fenol dan larutan NaCl dapat diganti garam
lainnya seperti MgCl2.
DAFTAR
PUSTAKA
Petrucci,
Ralph H.1993. Kimia Dasar Prinsip dan
Terapan Modern. Jakarta:Erlangga.
Rahman,
Ijang. 2004. Kimia Fisika I. Malang:
JICA.
Sukardjo. 2004. Kimia Fisika.
Jakarta: Bineka Cipta.
Voight, R. 1994. Teknologi Farmasi.
Yogyakarta: UGM press.
No comments:
Post a Comment