BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai ion
positif. Sedangkan basa secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang
bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion OH-
sebagai ion negatif.
Kesetimbangan
asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting dalam kimia dan
bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi, kedokteran dan
pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut asidimetri – alkalimetri.
Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran
–ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti
ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan alkalimetri
secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan basa.
Pereaksi
atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana pembakuannya dapat
ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam – basa (melalui asidi –
alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4, NaOH, KOH dan
sebagainya. Asam dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang menyebabkan
konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung dari
proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut larutan standar
sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan dengan suatu standar
primer.
Asidi-alkalimetri
berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, untuk lebih memahami
konsep peniteran asidi – alkalimetri dan mengetahui konsentrasi standar dari
zat yang dianalisa maka perlu dilakukan peniteran dengan menggunakan suatu
standar primer, misalnya larutan asam oksalat.
1.2
Tujuan percobaan
-
Mengetahui
konsentrasi NaOH standar
-
Mengetahui
kadar CH3COOH perdagangan
-
Mengetahui
volume titran (NaOH) yang digunakan untuk menetralkan CH3COOH
1.3
Prinsip percobaan
Menentukan
kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan menggunakan larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan cara mentitrasi suatu zat yang konsentrasinya
tidak diketahui dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui sehingga jumlah
mol kedua zat sama antara satu dengan lainnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Zat-zat
anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan
garam.
Asam
secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam
air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya
ion positif.
Sebenarnya
ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung dengan
satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :
H+
+ H2O → H3O+
Basa,
secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti
natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam
larutan air yang encer :
Karena
itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan
suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium
hidroksida, yang berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :
Namun lebih tepat untuk menulis reaksi itu
sebagai
Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit
kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tak ada pembagian
yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya dengan asam, adalah
mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut
definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa.
Proses-proses semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam
artian, bahwa jika sejumlah asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan
larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang tak mempunyai
ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh
ahli-ahli kimia zaman dulu. Jika persamaan reaksi dinyatakan sebagai interaksi
molekul-molekul.
Pembentukan garam seakan-akan merupakan
hasil dari suatu proses kimia sejati. Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita
tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa (kuat), serta pula garam hampir
sempurna berdisosiasi dalam larutan.
Sedangkan air, yang juga terbentuk dalam
proses ini, hampir-hampir tak berdisosiasi sama sekali. Karena itu, lebih tepat
untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai penggabungan ion-ion secara kimia :
Dalam persamaan ini, ion Na+
dan Cl- tampil pada kedua sisi. Karena dengan demikian tak ada
terjadi apa-apa dengan ion-ion ini, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
Yang menunjukkan bahwa hakekat suatu
reaksi asam-basa (dalam larutan air) adalah pembentukan air. Ini ditunjukkan
oleh fakta, bahwa panas netralisasi adalah kurang lebih sama (56,9 KJ) untuk
reaksi suatu mol setiap asam kuat dan basa kuat yang sembarang. Garam adalah
wujud padat dibangun oleh ion-ion, yang tersusun dalam pola yang teratur dalam
kisi kristalnya.
Zat-zat
amfoter, atau amfolit, mampu melangsungkan reaksi netralisasi baik dengan asam
maupun basa (lebih tepatnya, baik dengan ion hidrogen maupun ion hidroksil).
Misalnya, aluminium hidroksida bereaksi dengan asam kuat, pada mana ia melarut
dan ion aluminium terbentuk :
Dalam reaksi ini aluminium hidroksida
bertindak sebagai basa. Di lain pihak, aluminium hidroksida juga bisa
dilarutkan dalam natrium hidroksida :
Pada mana ion tetrahidroksoaluminat
terbentuk. Dalam reaksi ini aluminium hidroksida berperilaku sebagai asam. (G.
Shevla, Ph.D, D.Sc, F.R.I.C. 1985)
Bila
suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang ekuivalen
secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang
menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral
jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam
lemah atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu
(unknown) dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya
diketahui. Teknik semacam itu disebut analisis volumetri. (Kleinfetter. 1987)
Volumetri
adalah cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi
berkepekatan tertentu yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang
ditetapkan kadarnya. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan
ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang
direaksikan tepat menjadi akivalen satu sama lain. Pada saat titran yang
ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan;
saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret
disebut titran, sedangkan larutan yang ditambah titran itu disebut titrat.
Dengan jalan ini, volume/berat titran dapat diukur dengan teliti dan bila
konsentrasi juga diketahui, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena
jumlah titrat ekivalen dengan jumlah titran, maka jumlah mol titrat dapat
diketahui pula berdasar persamaan reaksi dan koefisiennya. Perhatikanlah sekali
lagi arti ungkapan ”pereaksi telah ekivalen”, yang berarti: telah tepat
banyaknya untuk menghabiskan zat yang direaksikan. Titran dan titrat tepat
saling menghabiskan; tidak ada kelebihan yang satu maupun yang lain. Ini tidak
selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat yang direaksikan telah sama banyak, baik
volume maupun jumlah gram atau mol-nya. Hal ini jelas, sebab jumlah yang
bereaksi ditentukan oleh persamaan reaksi. (Harjadi. 1987)
Salah
satu macam titrasi adalah titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang
menyangkut asam dan/atau basa. Bila kita mengukur berapa mL larutan bertitar
tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau
titernya belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran
sebaliknya, asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri. Dalam
titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara
perhitungan ialah perubahan pH titrat.
Reaksi-reaksi
yang terjadi dalam titrasi ini ialah :
-
asam
dengan basa (reaksi penetralan); agar kuantitatif, maka asam dan/atau basa yang
bersangkutan harus kuat.
-
asam
dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah); agar kuantitatif, asam harus kuat
dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah sekali.
-
basa
dengan garam; agar kuantitatif, basa harus kuat dan garam harus terbentuk dari
basa lemah sekali; jadi berdasar pembentukan basa lemah tersebut. (Harjadi.
1987)
Berikut
syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
- Konsentrasi
titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
- Reaksi
yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
- Titik
stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering
digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
Tujuan : memilih indikator yang memiliki
titik akhir bertepatan dengan titik stoikhiometri.
- Volume
titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin. (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses
titrasi asam – basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi.
- KURVA TITRASI –
Larutan
yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya
bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan
selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH
(pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu
tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran,
kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila
suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka
:
- Indikator
harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat
agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
- Perubahan
warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan.
Untuk
memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada
titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek
indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva.
- Indikator Asam Basa –
Indikator
asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah.
Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi
dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna
asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam
keadaan basa disebut warna basa.
Akan
tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang
atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih
besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.
Perubahan
warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai
tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range
pH yang berbeda. (Khopkar. 2003)
Kebanyakan
indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering
disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas.
(Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Contoh
: Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya
dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering
disingkat PP, adalah sebagai berikut :
tak berwarna merah
PP basa
konjugat PP
dalam
bentuk asam (HIn) dalam bentuk basa (In-)
BAB 3
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Alat-alat
-
Buret
-
Pipet
volume 10 ml
-
Labu
ukur 100 ml
-
Pipet
tetes
-
Erlenmeyer
100 ml
3.2 Bahan-bahan
-
Asam
cuka perdagangan
-
NaOH
0,1 N
-
Asam
oksalat dihidrat
-
Indikator
PP
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Asidimetri
-
Dituang
asam oksalat 0,1 N kedalam buret
-
Dipipet
10 ml NaOH lalu dituangkan kedalam erlenmeyer
-
Ditambahkan
indikator PP sebanyak 2 tetes
-
Dititrasi
dengan larutan asam oksalat 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
-
Dicatat
volume oksalat yang diperlukan
-
Dihitung
konsentrasi NaOH
3.3.2 Alkalimetri
-
Dituang
larutan NaOH yang telah distandarisas kedalam buret
-
Dipipet
10 ml cuka perdagangan lalu diencerkan hingga 100 ml
-
Dipipet
10 ml cuka yang telah diencerkan lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer
-
Ditambahkan
indikator PP sebanyak 3 tetes
-
Dititrasi
dengan NaOH hingga terjadi perubahan warna
-
Dicatat
volume NaOH yang digunakan
-
Dihitung
kadar cuka perdagangan
BAB 4
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Asidimetri
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Dituang asam oksalat 0,1 N kedalam buret
Dipipet 10 ml NaOH lalu dituangkan
kedalam erlenmeyer
Ditambahkan indikator PP sebanyak 2
tetes
Dititrasi dengan larutan asam oksalat
0,1 N hingga terjadi perubahan warna
Dicatat volume asam oksalat yang
diperlukan
Dihitung konsentrasi NaOH
|
- warna titrat menjadi merah lembayung
- perubahan warna dari merah lembayung
menjadi tidak berwarna
- V1 = 6,4 ml , V2 = 6,1 ml
- Vrata-rata = 6,25 ml
N NaOH =
= 0,0625 N
|
4.1.2 Alkalimetri
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Dituang larutan NaOH yang telah
distandarisasi kedalam buret
Dipipet 10 ml cuka perdagangan lalu
diencerkan hingga 100 ml
Dipipet 10 ml cuka yang teah diencerkan
lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer
Ditambahkan indikator PP sebanyak 3
tetes
Dititrasi dengan NaOH hingga terjadi
perubahan warna
Dicatat volume NaOH yang digunakan
Dihitung kadar cuka perdagangan
|
- Larutan tetap berwarna bening
- perubahan warna dari bening menjadi
merah lembayung
- V = 13,6 ml
C=
=
= 51 gr/mL
|
4.2 Reaksi
4.3 Perhitungan
4.3.1 Konsentrasi NaOH
V1
= 6,4 ml V rata-rata =
V2
= 6,1 ml
N
NaOH =
= 0,0625 N
4.3.2 Kadar CH3COOH perdagangan
V
= 13,6 ml
C =
=
= 51 gr/mL
4.4 Pembahasan
Titrasi asam basa sering disebut
asidimetri-alkalimetri. Reaksi dasar dalam titrasi asam-basa adalah netralisasi
atau penetralan, yaitu reaksi asam dan basa, yang dapat dinyatakan dalam
persamaan reaksi seperti berikut :
H+
+ OH- → H2O
Bila kita mengukur berapa ml larutan asam
bertitar tertentu yang diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar
atau titernya belum diketahui, maka pekerjaan itu disebut asidimetri. Peniteran
sebaliknya, asam dengan basa yang titernya diketahui disebut alkalimetri.
Dalam
titrasi sampel direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga jumlah kedua zat
tersebut ekivalen. Bila pereaksi digunakan dalam bentuk padat, maka beratnya
harus diketahui dengan tepat. Bila pereaksi digunakan dalam bentuk larutan,
maka volume dan konsentrasinya harus diketahui dengan tepat. Larutan yang
diketahui konsentrasinya disebut larutan baku atau larutan standar. Larutan
standar dibagi menjadi dua yaitu, larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang kadarnya dapat diketahui
secara langsung dari hasil penimbangan. Contohnya K2Cr2O7
dan Na2B4O7.
Syarat-syarat
larutan standar primer adalah :
- Sangat
murni atau mudah dimurnikan
- Stabil
dalam keadaan biasa, setidak-tidaknya selama ditimbang
- Sedapat
mungkin mempunyai berat ekivalen tinggi untuk mengurangi kesalahan
penimbangan
- Dalam
titrasi akan bereaksi menurut syarat-syarat reaksi titrasi
- Mempunyai
rumus molekul yang pasti
Larutan
standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara
pembakuan. Contohnya NaOH dan HCl.
Pelaksanaan
penentuan kadar zat dengan jalan titrasi yaitu, larutan peniter diteteskan
sedikit demi sedikit kedalam larutan contoh sampai tercapai titik akhir titrasi
yaitu, titik dimana indikator tepat berubah warna. Hendaknya diusahakan agar
titik akhir ini sedekat mungkin pada titik ekivalen yaitu, titik dimana titran
dan titrat tepat saling menghabiskan, tidak ada kelebihan yang satu maupun yang
lain.
Dalam
penentuan titik akhir titrasi digunakan indikator yaitu, senyawaan yang
digunakan sebagai penunjuk visiual pada saat tercapainya titik setara titrasi
antara dua larutan tertentu. Dalam asidi-alkalimetri indikator yang digunakan
adalah indikator pH yaitu zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Sebenarnya telah terjadi reaksi antara indikator dan asam atau basa
yang bersangkutan. Beberapa penunjuk yang biasa digunakan untuk titrasi
asam-basa:
Penunjuk
|
Warna Larutan
|
Trayek pH
|
|
Asam
|
Basa
|
||
Sindur Metil (
SM )
|
Merah
|
Sindur
|
3,1 - 4,4
|
Merah Metil ( MM
)
|
Merah
|
Kuning
|
4,2 - 6,2
|
Lakmus (
L )
|
Merah
|
Biru
|
5,0 - 8,0
|
Merah netral (
MN )
|
Merah
|
Kuning
|
6,8 - 8,0
|
Phenolphthalein (
PP )
|
Tak berwarna
|
Merah lembayung
|
8,2 - 10,0
|
Thymolphthalein ( TP )
|
Tak berwarna
|
Biru
|
9,3 - 10,5
|
Pada
percobaan titrasi antara NaOH dan CH3COOH yaitu titrasi asam lemah
dengan basa kuat digunakan indikator PP. Dikarenakan trayek pH indikator PP
mencakup pH titik ekivalen antara asam lemah dengan basa kuat. Jadi ketika indikator
tepat berubah warna atau titik akhir titrasi telah tercapai, ini berarti jumlah
titrat telah ekivalen dengan jumlah titran. Oleh karena itu, indikator PP
sangat tepat digunakan untuk penunjuk titrasi asam lemah dengan basa kuat.
Pada
peniteran asidimetri pada percobaan yang dilakukan adalah penetapan kenormalan
NaOH dengan menggunakan asam oksalat sebagai larutan standar primer yang
berfungsi sebagai titran. Indikator yang digunakan adalah indikator PP.
Indikator PP ditambahkan 2 tetes pada larutan NaOH 10 ml, menyebabkab warna
larutan NaOH berwarna merah lembayung. Perubahan warna menjadi merah lembayung
dikarenakan indikator bereaksi dengan basa (NaOH). Setelah ditambah indikator,
lalu titrat dititrasi dengan titran hingga mencapai titik akhir ditandai dengan
perubahan warna larutan menjadi tidak berwarna. Hal ini dikarenakan penambahan
[H+] sehingga [OH-] berkurang dan keseimbangan bergeser
ke kiri, perubahan ini menjadi HIn hingga titik akhir warna tidak terlihat.
Pengerjaan titrasi dilakukan secara duplo untuk lebih meyakinkan bahwa titik
akhir sudah tercapai dan hasil dari dua kali titrasi hendaknya jangan berbeda
lebih dari 0,05 ml. Setelah didapat titik akhir pada volume asam oksalat 6,4 ml
dan 6,1 ml, maka dapat dihitung kenormalan NaOH standar yang dapat digunakan
untuk menetapkan kadar asam yang akan ditetapkan kadarnya. Dari perhitungan
didapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,0625 N.
Pada
peniteran alkalimetri pada percobaan ini yang akan ditetapkan kadarnya adalah
asam cuka perdagangan. Sebanyak 10 ml asam cuka diencerkan didalam labu ukur
hingga 100 ml. Dari 100 ml larutan asam cuka yang telah diencerkan dipipet 10
ml dan ditambahkan 2 tetes indikator PP. Larutan asam cuka yang ditambahkan
indikator PP tidak mengalami perubahan warna. Lalu asam cuka dititrasi dengan
larutan NaOH yang telah distandarisasi. Pada saat titik akhir telah tercapai
warna larutan berubah menjadi merah lembayung dikarenakan penambahan [OH-],
menyebabkan [H+] berkurang dan keseimbangan bergeser ke kanan,
perubahan HIn menjadi In-. Sehingga warna larutan berubah menjadi
merah lembayung yang disebut warna basa indikator. Setelah didapat titik akhir
pada volume NaOH 13,6 ml, maka dapat dihitung kadar CH3COOH
perdagangan. Dari perhitungan didapatkan kadar CH3COOH sebesar 51 gr/mL.
Pada
saat melakukan titrasi banyak kemungkinan faktor kesalahan yang terjadi
diantaranya :
-
Kebersihan
alat-alat yang digunakan. Alat yang digunakan harus bersih dan kering agar
tidak terjadi kontaminasi dengan zat-zat sisa yang tertinggal pada alat-alat
yang digunakan.
-
Kelebihan
titran sehingga volume titik akhir melebihi yang seharusnya.
-
Kesalahan
praktikan pada pembacaan miniskus buret.
Dalam
kehidupan sehari-hari asidi alkalimetri memiliki peranan penting. Misalnya
dalam bidang kesehatan basa (Mg(OH)2) digunakan sebagai antasida
untuk menetralkan asam lambung (HCl). Dalam bidang farmasi asidi alkalimetri
digunakan untuk menentukan gugus obat sulfa.
No.
|
Nama
|
Warna
|
Trayek pH
|
|
Asam
|
Basa
|
|||
1
|
Asam pikurat
|
tidak berwarna
|
kuning
|
0,1 - 0,8
|
2
|
Biru Timol
|
merah
|
kuning
|
1,2 - 2,8
|
3
|
2,6-Dintrofenol
|
tidak berwarna
|
kuning
|
2,0 - 4,0
|
4
|
Kuning metil
|
merah
|
kuning
|
2,9 - 4,0
|
5
|
Jingga metil
|
merah
|
jingga
|
3,1 - 4,4
|
6
|
Hijau bromkresol
|
kuning
|
biru
|
3,8 - 5,4
|
7
|
Merah metil
|
merah
|
kuning
|
4,2 - 6,3
|
8
|
Lakmus
|
merah
|
biru
|
4,5 - 8,3
|
9
|
Purpus bromkresol
|
kuning
|
purpur
|
5,2 - 6,8
|
10
|
Biru bromtimol
|
kuning
|
biru
|
6,0 - 7,6
|
11
|
Merah fenol
|
kuning
|
merah
|
6,4 - 8,0
|
12
|
p- α - Naftolflatein
|
kuning
|
biru
|
7,0 - 9,0
|
13
|
Purpus kresol
|
kuning
|
biru
|
7,4 - 9,6
|
14
|
Fenolftalein
|
tidak berwarna
|
merah
|
8,2 - 10,0
|
15
|
Timolftalein
|
tidak berwarna
|
biru
|
9,3 - 10,5
|
16
|
Kuning alizarin R
|
kuning
|
violet
|
10,1 - 12,0
|
17
|
1,3,5- Trinitrobenzen
|
tidak berwarna
|
jingga
|
12,0 - 14,0
|
Pada
peniteran asam dan basa, setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam dan
peniteran dihentikan pada saat jumlah mol H+ setara dengan jumlah
mol OH-. Pada saat ini larutan bersifat netral, atau [H+]
= [OH-] = 107.
Pada
peniteran asam lemah-basa kuat. pH nya pada titik ekivalen > 7 karena
kebasaan konjugat asam lemah CH3COO-. Indikator yang
tepat untuk titik akhir titrasi ini salah satunya adalah fenolftalein yang
memiliki trayek pH 8,2 – 10,00.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
Konsentrasi
NaOH standar yang digunakan dalam percobaan adalah 0,0625 N
-
Kadar
asam asetat perdagangan yang dipakai dalam percobaan adalah 51 gr/mL
-
Volume
NaOH terpakai pada peniteran CH3COOH sebanyak 13,6 ml
5.2 Saran
Dalam
melakukan percobaan dapat digunakan asam kuat-basa kuat atau asam kuat-basa
lemah agar praktikan lebih dapat memahami titrasi asam-basa dan dapat digunakan
indikator yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi,W. 1987. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia : Jakarta
Keenan,W. Kleinfelter. 1980. Kimia Untuk Universitas. Erlangga :
Jakarta
Khopkar,
S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia : Jakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia
Dasar. Gajah Mada Universitas Press : Jogjakarta
Shevla, G. 1985. Vogel Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
PT. Kalman Media
Pustaka : Jakarta
terimakasih ya, postingannya sangat membantu :) salam kenal, saya mahasisiwi farmasi universitas tanjungpura pontianak :)
ReplyDeleteminta no.a mba,,,,
Deleteass
ReplyDeleteterimkasih ya sangat berguna :)
wass