BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi redoks
(reduksi-oksidasi) merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya:
permanganometri, dikromatometri, cerimetri, iodimetri, iodatometri, bromometri,
bromatometri, dan nitrimetri. Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu
senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan
reduktor sehingga pastinya akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator,
karena titrasi redoks melibatkan rekasi oksidasi dan reduksi diantaranya titran
dan analit. Jadi kalau titrannya oksidator maka sampelnya adalah oksidator.
Permanganometri
merupakan metode titrasi yang didasarkan atas reaksi oksidasi-reduksi. Untuk
keperluan titrasi ini maka digunakan senyawa permanganate. Kalium permanganate
merupakan oksidator kuat yang dapar bereaksi dengan cara berbeda-beda,
tergantung dari pH larutannya. Kekuatan sebagai oksidator juga berbeda-beda
sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang bermacam-macam
ini disebabkan oleh keragaman valensi mangan.
KMnO4 merupakan
zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia biasanya digunakan pada
larutan asam dimana senyawa tersebut direduksi menjadi Mn2+(aq).
Pada analisi besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan
cara yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-.
Mn2+ mempunyai warna pink (merah muda) sangat pucat yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. MnO4- berwarna sangat
cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi mempunyai warna
akhir pink (merah muda) dengan hanya penambahan satu tetes lagi MnO4-.
MnO4- dapat digunakan untuk menetukan kadar besi. Untuk
mempelajari metode permanganometri lebih lanjut maka perlu dilakukannya
praktikum ini (penentuan kadar besi secara permanganometri).
1.2 Tujuan Percobaan
-
Mengetahui konsentrasi KMnO4 dengan bahan
baku asam oksalat.
-
Mengetahui kadar besi secara
permanganometri.
-
Mengetahui fungsi pemanasan 60°C - 70°C.
BAB
2
TIJAUAN
PUSTAKA
Pada reaksi redoks
terdapat reduktor dan oksidator dimana reduktor adalah zat yang dalam reaksi
mengalami oksidasi, zat yang mampu mereduksi zat lain dan zat yang dapat
memberikan electron kepada zat lain sedangkan oksidator adalah zat yang dalam
reaksi mengalami penurunan bilangan oksidasi, zat yang mampu mengoksidasi zat
lain, zat yang menangkap elaktron dari zat lain (Keenan, 1986).
Reaksi kimia dapat
digolongkan kedalam reaksi redoks atau bukan redoks. Istilah dari redoks
berkaitan dengan peristiwa reduksi dan oksidasi. Pengertian reaksi reduksi dan
oksidasi itu telah mengalami perkembangan. Pada awalnya reaksi reduksi dan
oksidasi berkaitan dengan pelepasan dan pengikatan oksigen, oksidasi sebagai
pengikat oksigen sedangkan reduksi dikaitkan denga pelepasan oksigen. Pada
perkembangan selanjutnya oksidasi dan reduksi dikaitkan dengan pengkapan dan
pelepasan electron dan dengan perubahan bilangan oksidasinya (Underwood,1998).
Larutan–larutan iodine standar
dapat dibuat melalui penimbangan langsung iodine murni dan penegenceran dalam
sebuah labu volumetric . Iodine
akan dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebual larutan KI yang
konsentrasi iodatnya berjalan cukup cepat, rekasi ini juga hanya membutuhkan sedikit kelebihan ion
hydrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat, namun
kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hydrogen.
Biasanya, sejumlah kecil ammonium molibdat ditambahkan sebagai katalis
(Underwood,1998).
Tembaga murni dapat
dipergunakan sebagai standar primer
untuk natrium tiosulfat dan didasrkan untuk dipakai ketika tiosulfatnya
akan dipergunakan untuk menetukan tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu
(II) - Cu(I)
Adalah + 0,15V,
sehingga iodine E° = + 0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang lebih baik
dibandingkan ion Cu (II). Namun demikaian, ketika ion iodide ditambahkan
kedalam sebuah larutan Cu (II). Endapan CuI terbentuk :
2 Cu2+ + 4
I -----> 2 Cu + I2
Reaksi dipaksa bergeser
ke kanan oleh pembentukan endapan dan juga oleh penembahan ion iodide berlabih
pH dari larutan harus dijaga oleh suatu system penyangga, biasanya antara tiga
dan empat. Telah ditemukan. Telah ditemukan bahwa iodida telah ditahan oleh
absorpsi pada permukaan dan endapam tembaga (I) iodide dan harus dipindahkan
untuk mendapatkan hasil–hasil yang benar. Kalium triosianat biasabya
ditambahkan sesaat sebelum titik akhir dicapai untuk memyingkirkan iodine yang
di absorbs (Underwood,
1998).
Titrasi
redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasarkan pemakainnya:
1. Na2S2O3
sebagai titran dikenal sebagai iodimetri tak langsung.
2.
I2 sebagai titran, dikenal
sebagai iodimetri langsung dan kadang–kadang dinamakan iodimetri.
3. Suatu
oksidator kuat sebagai titran, diantaranya paling sering dipakai ialah:
a)
KMnO4
b) K2CrO7
c)
Ce (IV)
4. Reduktor
kuat sebagai titran (Harjadi, 1993).
Dikenal
berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatometri, serimetri,
iodo – iodimetri, dan bromatometri. Permanganometri adalah titrasi redoks yang
menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam
permanganometri tidak diperlukan indicator, karena titran bertrindak sebagai
indicator (auto indikator). Kalium permanganate bukan larutan baku primer, maka
larutan KMnO4 harus distandardisasi, antara lain arsen (III), oksida
(As2O3), dan Natrium Oksalat (N2C2O4).
Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan kadar bese, kalsium, hidrogen
peroksida. Pada penentuan besi pada bijih besi mula-mula dilarutkan asam klorida, kemudian
semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara
permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula kalsium diendapakan, dilarutkan dan
oksalatnya dititrasi dengan permanganat (Khopkar, 1990).
Dikromatometri
adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator.
Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah daripada
permanganate. Kalium dikromat merupakan standar primer (Khopkar, 1990).
Titrasi
dengan iodium ada dua macam yaitu
iodimetri (secara lansung) dan iodimetri (cara tidak langsung). Dalam
iodimetri, iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan iodimetri ion iodida digunakan
sebagai reduktor. Baik dalam iodimetri ataupun iodimetri. Penentuan titik akhir
titrasi didasarkan pada I2 yang bebas. Dalam iodiometri digunakan
larutan tiosulfat untuk menitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium
tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandardisasi dengan kalium kromat tau kalium iodidat (Khopkar,
1990).
Dalam
proses analitis iod diguankan sebagai zat pengoksid (iodimetri ), dan ion
iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodimetri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak prose penggunaan iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida
di tambahkan kepada perekasi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat. Iodimetri adalah suatu proses analitik tak langsung yang memlibatkan
iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada
suatu zat pengoksid sehingga membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan
natrium tiosulfat (Underwood, 1999).
Dalam
suatu titrasi bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak
pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku
yang disebut larutan baku primer. Larutan standar primer adalah larutan dimana
kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangan. Contohnya K2Cr2O4,
As2O3 dan sebagainya. Adapun syarat–syarat larutan
standar primer adalah :
1.
Mudah
diperoleh dalam bentuk murni
2.
Mempunyai
kemurnian tinggi
3.
Mempunyai
rumus molekul yang pasti
4.
Tidak
mengalami perubahan saat penimbangan
5.
Mempunyai
berat ekivalen yang tinggi jai kesalahn penimbangan dapat diabaikan.
Larutan standar sekunder adalah larutan dimana
konsentrasinya ditentukan dengan cara pembakuan. Contohnya NaOH, HCl, AgNO3,
KMnO4, dan lain-lain.
Kebanyak
titrasi dapat dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada beberapa titrasi
yang sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organik. Daya oksidasi
MnO4- lebih kecil sehingga letak keseimbang kurang
menguntungkan. Untuk menarik keseimbangan kearah hasil titrasi, titasi di
tambahkan Ba2+, yang dapat mngendapkan ion MnO42-
sebagai BaMnO4. Selain menggeser kesetimbangan ke kanan pengendapan
ini juga mencegah reduksi MnO42- ini lebih lanjut
(Harjadi, 1993).
KMnO4
merupakan zat pengoksida yang penting. Untuk analisis kimia biasanya digunakan
pada larutan asam, dimana senyawa tersebut direduksi menjadi Mn2+(aq).
Pada analisis besi dengan MnO4-, contoh disiapkan dengan cara
yang sama untuk reaksi dan dititrasi dengan MnO4-(aq).
Mn2+ mempunyai warna pink (merah muda) sangat pucat yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. MnO4- berwarna sangat
cerah (ungu). Pada titik akhir titrasi larutan yang dititrasi mempunyai warna
akhir pink (merah muda) pekat dengan hanya penambahan satu
tetes lagi MnO4-. MnO4-
kurang cocok untuk titrasi pada larutan alkali sebab hasil reduksi MnO2
yang tidak larut mengaburkan titik akhir titrasi (TAT). Titrasi lain yang menggunakan
MnO4- meliputi penentuan nitrit, H2O2 dan kalsium (setelah mengendap sebagai oksalat).
Pada kimia organik MnO4- digunakan untuk mengoksidasi
alkohol dan hidrokarbon tidak jenuh. Mangan dioksida, MnO2, digunakan
pada sel kering, pada kaca dan lapisan keramik, dan sebagai katalis (Petrucci,
1999).
Penetapan
besi dalam bijih besi merupakan salah satu penerapan yang penting dari titrasi
permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida terhidrasi: hemit
(Fe2O3), mangnetit (Fe2O4), geotit,
dan limotit (2 Fe2O3 3H2O). Asam terbaik untuk
melarutkan bijih-bijih besi adalah asam klorida. Oksidasi terhidrasi mudah
larut, sedangkan hematit dan magnetit melarutkan agak lambat. Sebelum titrasi
dengan permanganat besi(III) harus direduksi menjadi besi(II). Reduksi ini dapat
dilakukan dengan timah (II) klorida (Underwood, 1998).
Banyak aplikasi dalam
bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan
menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium
dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan
menggunakan permanganometri.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3. 1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat–alat
-
Corong
kaca
-
Gelas
kimia
-
Labu
erlenmeyer 250 mL
-
Termometer
100°C
-
Pipet
gondok 10 mL
-
Buret
50 mL
-
Labu
takar 100 mL
-
Statif
dan klem
-
Hot
plate
3.1.2
Bahan–bahan
-
Larutan
H2SO4
-
Larutan
baku KMnO4
-
larutan
cuplikan Fe2+
-
Aquades
-
Larutan
H2C2O4
3. 2 Cara Kerja
3.2.1
Pembakuan larutan KMnO4
dengan larutan H2C2O4 0,1N
-
Dipipet
10 mL asam oksalat 0, 1 N, dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL
-
Ditambahkan
10 mL H2SO4 4N
-
Dipanaskan
60°C - 70°C
-
Dititrasi larutan panas ini dengan KMnO4
3. 2. 2
Penentuan kadar besi secara permanganometri
-
Dipipet
10 mL larutan cuplikan Fe2+, dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL
-
Ditambahkan
2 mL H2SO4 4N
-
Dipanaskan
60°C
-
Dititrasi larutan panas ini dengan KMnO4
-
Dihitung
konsentrasi Fe+
BAB 4
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Perlakuan
|
Pengamatan
|
a. Pembakuan
larutan KMnO4 dengan larutan H2C2O4
0,1N
-
Dipipet 10 mL asam oksalat 0,1N, dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL
-
Ditambahkan 10 mL H2SO4 4N
-
Dipanaskan 60°C-70°C
-
Dititrasi larutan panas ini
dengan KMnO4
|
-
Warna larutan asam oksalat (H2C2O4 )
bening.
-
Setelah ditambah H2SO4 tetap bening.
-
Pada volume 8,5 mL warna larutan berubah menjadi pink (merah muda).
|
b.
Penentuan kadar besi secara permanganometri
-
Dipipet 10 mL larutan cuplikanFe2+,dimasukkan ke erlenmeyer
250 mL
-
Ditambahkan 2 mL H2SO4 4N
-
Dipanaskan 60°C
-
Dititrasi larutan panas ini dengan KMnO4
-
Dihitung konsentrasi Fe+
|
-
Setelah ditambah 2 mL H2SO4 warna larutan tetap
bening seperti warna larutan cuplika Fe2+ sebelumnya.
-
Pada volume 3,5 mL warna larutan menjadi berubah berwarna pink (merah
muda).
|
4.2 Reaksi
4.2.1
Setengah
reaksi redoks larutan KMnO4 dengan H2C2O4
Oks
: C2O4-2 2
CO2 + 2e- (x5)
Red
: MnO4- + 8 H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O
(x2)
5C2O4-2 10 CO2
+ 10e-
2MnO4- + 16 H+
+ 10e- 2 Mn2+ + 8 H2O
5 C2O4-2
+ 2MnO4- + 16 H+ 10 CO2
+ 2 Mn2+ + 8 H2O
4.2.2
Setengah
reaksi redoks larutan KMnO4 dengan Fe2+
Oks
: Fe2+ Fe3+ + e-
(x5)
Red
: MnO4- + 8 H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O
(x1)
5 Fe2+ 5 Fe3+ +5 e-
MnO4- + 8 H+ + 5e-
Mn2+ + 4 H2O
5
Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe3+ + Mn2+
+ 4 H2O
4.3 Perhitungan
4.3.1
Pembakuan
larutan KMnO4 dengan H2C2O4 0,1N
Diket : V H2C2O4 = 10 mL
N H2C2O4
= 0,1 N
V KMnO4
= 8,5 mL
Dit : N KMnO4...................?
Jawab :
N KMnO4 = V H2C2O4 X N
H2C2O4
V KMnO4
= 10 mL X 0,1 N
8,5 mL
= 0,11765 N
4.3.2
Penentuan
kadar besi secara permanganometri
Diket : V KMnO4
= 3,5 mL
N KMnO4 = 0,1
N
V Fe2+ = 10 mL
Dit : N Fe2+............................?
Jawab :
N Fe2+ = V KMnO4 X N KMnO4
V Fe2+
= 3,5 mL X 0,1 N
10
mL
4.4 Pembahasan
Permanganometri
adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4-
bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4-
akan berubah menjadi ion Mn2+
dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar
oksalat. Permanganometri
juga bisa
digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara
titrasi permanganometri ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik. Prinsip permanganometri adalah berdasrkan reaksi
oksidasi dan reduksi. Pada percobaan permanganometri ini, secara garis besarnya
terbagi atas 2 komponen yaitu zat pentiter dan zat yang dititer.
Sifat fisik dari kalium permanganat (KMnO4)
berat molekulnya adalah 197, 12 gr/mol, memiliki titik didih 32, 35 °C dan
memiliki titik beku 2, 83°C. Kalium
permanganat (KMnO4) memiliki warna ungu kehitaman berbentuk kristal.
Sifat kimia dari kalium permanganat (KMnO4) adalah (KMnO4)
larut dalam metanol, dapat terurai oleh
sinar. (KMnO4) dalam suasana
basa dan netral akan tereduksi menjadi MnO2. Kalium permanganat
telah banyak dipergunakansebagai agen pengoksidasi. Reagen ini dapat diperoleh
dengan mudah, tidak mahal dan tidak membutuhkan indikator karena KMnO4 dapat bertindak sebagai
autoindikator (reagen yang berfungsi sebagai penandan titik akhir titrasi).
Satu tetes 0,1 N permnganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume
dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Kalium permanganat
merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral atau
basa lemah. Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat
karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak-balik, sedangkan potensial elktroda
sangat bergantung pada pH. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan
baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Larutan KMnO4
dibuat dengan melarutkan sejumlah kalium permanganat dalam air mendididhnya
selama 8 jam atau lebih. Kemudian endapan MnO2 yang terbentuk
disaring. Lalu dibakukan dengan zat baku utama (larutan standar primer).
Pada percobaan penetapan kenormalan KMnO4 digunakan asam oksalat
0,1 N sebagai larutan baku dan juga sebagai pereduksi dalam larutan. Pada penambahan
asam sulfat 4 N berfungsi, untuk mengasamkan larutan, karena potensial
elektroda KMnO4 sangat tergantung pada pH. Penambahan asam sulfat penting
supaya reaksi berada dalam suasana asam sehingga MnO4- tereduksi menjadi Mn2+. Jika
larutan dalam keadaan netral atau sedikit basa maka KMnO4 akan
tereduksi menjadi MnO2 berupa endapan coklat yang akan mempersulit
penentuan titik akhir titrasi. Setelah larutan menjadi homogen, maka dilakukan
pemanasan. Pemanasan ini hingga mencapai 60°C-70°C, hal ini berfungsi agar KMnO4
dapat mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat)
karena apabila suhu larutan dibawah 60°C-70°C maka reaksi akan berjalan lambat
dan akan mengubah MnO4- menjadi MnO2 yang
berupa endapan cokelat sehingga titik akhir titrasi susah untuk dilihat.
Sedangkan apabilasuhu larutan di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat,
dan terurai menjadi CO2 dan H2O sehingga hasil akhir akan
lebih kecil. Setelah dipanaskan hingga suhunya mencapai 60°C-70°C kemudian
dilakukan titrasi dengan KMnO4. Dari percobaan pada V KMnO4
3,5 mL didapat perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Perubahan warna
ini merupakan titik akhir titrasi dari volume KMnO4 tersebut didapat
konsentrasi dari KMnO4 yaitu 0,11765 N.
Penentuan kadar besi dapat diketahui dengan cara permanganometri. Pada percobaan
ini digunakan Fe2+ sebagai larutan cuplikan yang dilarutkan dalam
aquades. Larutan kemudian ditambahkan asam sulfat supaya besi larut sempurna
dan dapat bereaksi dengan baik. Selain untuk melarutkan besi, penambahan asam
sulfat juga bertujuan untuk agar KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+.
Asam sulfat juga dimaksudkan untuk menghindari oksidasi Fe2+ menjadi
Fe3+ karena Fe2+ kurang stabil diudara terbuka. Titik
akhir titrasi ini ditandai dengan perubahan warna bening menjadi merah muda
pada V Fe2+ 10 mL dan didapatkan konsentrasi melalui perhitungan
yaitu 0,035 N.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
Dari
percobaan dan didapatkan melalui perhitungan konsentrasi KMnO4 dengan
menggunakan asam oksalat 0,1 N yaitu 0,11765 N
-
Dari
percobaan penentuan kadar besi yang dilakukan secara permnganometri didapatkan
kadar Fe2+ adalah 0,035 N.
-
Fungsi
pemanasan 60°C–70°C adalah karena suhu tersebut merupakan suhu optimum KMnO4
untuk mengoksidasi H2C2O4 (asam oksalat).
Jika dibawah 60°C–70°C maka reaksi akan berjalan lambat dan akan mengubah MnO4-
menjadi Mn2+ yang berupa endapan cokelat sehingga TAT susah untuk
dilihat. Sedangkan jika di atas 60°C-70°C maka akan merusak asam oksalat,
mengubah asam oksalat (H2C2O4) menjadi CO2
dan H2O sehingga hasil akhir akan lebih sedikit.
5.2 Saran
Sebaiknya penentuan kadar besinya tidak hanya dilakukan
secara permanganometri saja tetapi dapat dilakukan dengan titrasi redoks
lainnya seperti iodimetri atau dikromatometri, sehingga pengetahuan praktikan
dapat bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjadi. 1990. Ilmu Kima Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta
Keenan,
W. Charles. 1986. Ilmu Kimia untuk
Universitas. Erlangga: Jakarta
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta
Underwood, A. L dan R.A. Day. J. R.
1996. Analisis Kimia Kuantitatif
edisi Kelima. Penerbit Erlangga:
Jakarta
Daftar pustakanya
ReplyDeleteDAFTAR PUSTAKA
DeleteDay, R.A dan Underwood, A.L. 1998. Anilisa Kimia Kuantitafif. Erlangga: Jakarta
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analisis Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Keenan, W. Charles. 1986. Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga: Jakarta
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI – Press: Jakarta
Petrucci, R.H. 1999. Kimia Dasar 3. Erlangga: Jakarta
kalo bisa bikin juga tentang laporan titrasi asidi alkali metri,,,
ReplyDeletedan yg lainya,, coz untuk bahn ku blajar kimia analitik,, hehehe
trimksh "
thanks membantu sekali :)
ReplyDeletethanks artikelnya
ReplyDeletePermisi, izin salin sebagian tulisannya untuk tugas kuliah ya. Terimakasih banyak.
ReplyDeleteSangat membantu sekali, terima kasih
ReplyDelete