BAB
1
PENAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Perhitungan
kimia sangat penting di laboratorium, di pabrik, tetapi juga tidak jarang di
rumah dan untuk kebutuhan – kebutuhan lain. Perhitungan ini meliputi misalnya:
berapa banyak bahan baku yang diperlukan bila ingin memperoleh sejumlah hasil
tertentu. Atau sebaliknya, bila tersedia sejumlah bahan baku, berapa paling
banyak hasil yang didapat diperoleh. Dapat juga ibu rumah tangga yang mempunyai
hobi menanam anggrek dan tanaman hias lain dan ingin menyemprot tanaman
kesayangannya dengan pupuk langsung ke daunnya, lalu perlu membuat larutan
dengan konsentrasi tertentu.
Perhitungan
ini menyangkut reaksi – reaksi kimia dan ini yang menjadi sasaran utama dalam
penulisan ini.; akan tetapi seperti contoh ibu rumah tangga tadi, juga
diperlukan hitungan yang tidak langsung berhubungan dengan reaksi kimia.
Perhitungan semacam itu juga perlu dibahas karena merupakan hal-hal yang
kemudian dipakai dalam hitungan reaksi. Contoh lain ialah perhitungan yang
berkaitan dengan banyaknya gas – berapa mol gas terdapat dalam gas dengan
volume, tekanan dan suhu tertentu.
Stoikiometri
sendiri adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terkait dalam suatu
reaksi kimia. Percobaan ini sendiri dilakukan untuk menentukan titik maksimum
dan titik minimum pada suatu system. Selain itu, untuk menentukan reaksi itu
berlangsung stoikiometri atau non stoikiometri. Sedangkan reaksi stoikiometri
adalah reaksi yang dimana reaksinya habis bereaksi dan reaksi non stoikiometri
adalah reaksi yang dimana reaktannya tidak habis bereaksi.
1.2 Tujuan
percobaan
-
Menentukan titik maksimum dan titk minimum pada
stoikiometri system NaOH – H2SO4
-
Menentukan titik maksimum dan titk minimum pada
stoikiometri system NaOH – HNO3
-
Mengetahui konsep dari reaksi stoikiometri dan reaksi
non stoikiometri
ss=MsoNormal align=center style='text-align:center;line-height:150%'> BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
Pada tahun 1774, Lavoiser memanaskan
timah dengan oksigen dalam wadah tertutup. Dengan menimbang secara teliti ia
berhasil membuktikan bahwa dalam reaksi itu tidak terjadi perubahan massa. Ia
mengemukakan pernyataan yang disebut hukum kekekalan massa, yang berbunyi :
Pada
reaksi kimia, massa zat pereaksi sama dengan massa zat hasil reaksi
Dengan kata lain
dapat dinyatakan :
Materi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan
Pada mulanya para ahli meyakini
kebenaran hukumini karena berdasarkan percobaan. Akan tetapi kemudian timbul
masalah pada reaksi eksotermik dan endotrmik, karena menurut albert Einstein
massa setara dengan energi, yaitu E = mc² dengan E = energi (s), m = massa
materi (g), dan c = kecepatan cahaya(3 ´ 108 m/s )
Artinya, energi yang timbul dalam
suatu peristiwa mengakibatkan hilangnya sejumlah massa. Sebaliknya, energi yang
diserap suatu peristiwa akan disertai terciptanya sejumlah materi. Namun
demikian, perhitungan menunjukkan bahwa perubahan massa dalam reaksi sangat
kecil sehingga dapat diabaikan. Contohnya reaksi 2 g Hidrogen dengan 16 g
Oksigen menjadi air melepaskan energi setara dengan 10-9g massa. Jadi, hukum
kekekalan massa masih tetap berlaku, dan dalam versi modern berbunyi ;
Dalam
reaksi kimia tidak dapat dideteksi perubahan massa
Jika
Lavoisier meneliti massa zat, Proust mempelajari zat – zat atau unsure-unsur
dalam senyawa. Yang menjadi pertanyaan Proust adalah perbandingan massa unsur
tersebut. Misalnya air, berapakah perbandingan massa hydrogen dan oksigen. Bila
direaksikan 10 g oksigen ternyata diperlukan 0,125 g hydrogen. Sesuai dengan
hukum Lavoisier akan terbentuk 10,125 g air.
Olsigen
+ Hidrogen à Air
10 g 0,125 g 10,125 g
Atau 8
1 9
Sebaliknya, jika 100 g air
diuraikan ternyata menghasilkan 88,9 g oksigen dan 11,1 g hydrogen, atau
Air
à Oksigen
+ Hidrogen
100
g 88,9 g 11,1 g
Atau 9 8 1
Percobaan
diatas menunjukkan bahwa untuk membentuk air diperlukan oksigen dan hydrogen
dengan perbandingan yang tetap, yaitu 8 : 1. dengan kata lain, air mengandung
oksigen dan hydrogen dengan perbandingan massa 8 dan 1. Demikian juga jika
direaksikan 28 g besi (Fe) akan diperlukan 16 g belerang (s) dan akan terbentuk
44 g besi belerang, atau
Besi + Belerang
à Besi belerang
28 g 16 g 44 g
Atau
7 g 4 g 11 g
Bila di reaksikan 14 g besi maka
diperlukan 8 g belerang dan terbentuk 22 g besi belerang. Jadi, ternyata bahwa
perbandingan massa besi dan belerang dalam reaksi diatas adalah sama walaupun
jumlah massanya diubah. Dengan kata lain, perdandingan massa besi dan belerang
dalam senyawa besi belerang selalu tetap walaupun dibuat dengan cara apapun.
Berdasarkan percobaan seperti diatas, akhirnya Proust
memutuskan dan merumuskan pernyataan yang disebut hukum perbandingan tetap.
Pada suatu reaksi kimia, massa zat yang bereaksi dengan zat
lain sejumlah tertentu zat lain selalu tetap.
Atau
Suatu senyawa selalu terdiri atas unsur-unsur yang sama
dengan perbandingan massa yang tetap.
Rumusan
yang pertama berlaku untuk semua reaksi kimia, sedangkan yang kedua untuk senyawa, baik berupa padat, cair ataupun gas.
Pada mulanya sebagian ahli meyakini
kebenaran hukum Proust, tetapi sebagian masih mempertanyakan dan mengujinya
dengan percobaan lain. Ternyata sampai sekarang masih dapat diterima kebenarannya,
walaupun ditemukan beberapa penyimpangan yang masih dapat diterangkan. Dicatat
ada dua penyimpangan, yaitu pada senyawa nonstoikiometri dan senyawa yang
unsurnya berisotop.
John Dalton tertarik dengan
mempelajari dua unsure yang dapat mementuk lebih dari satu senyawa, seperti
tembaga dengan oksigen, karbon dengan oksigen, belerang dengan oksigen, dan
fosfor dengan klor.
Molekul adalah sekumpulan atom-atom
yang terikat dan merupakan kesatuan serta mempunyai sifat – sifat fisik dan
kimiawi yang khas. Rumus kimia yang didasarkan pada satuan rumus disebut rumus
sederhana atau rumus empiris. Rumus yang didasar atas sebuah molekul yang
sebenarnya disebut rumus molekul.
Terdapat tiga kemungkinan hubungan
yang perlu dipertimbangkan :
-
Rumus empiris dan rumus molekul dapat identik, seperti
CCl4
-
Rumus molekul dapat merupakan sebuah penggandaan dari
rumus empiris (rumus molekul H2O2, adalah dua kali dari
rumus empiris HO ).
-
Suatu senyawa dalam keadaan padat dapat memiliki rumus
empiris ( seperti NaCl, MgCl2, atau NaNO3 ) dan tidak
memiliki rumus molekul.
Bobot rumus dan bobot molekul
Apabila satuan rumus telah dikenali,
ini merupakan cara seserhana untuk menentukan bobot rumus suatu senyawa. Bobot
rumus adalah massa dari satuan rumus relatif terhadap massa yang ditentukan
12,00000 untuk atom 6C. karena bobot atom adalah juga relatif
terhadap 6C, bobot rumus dapat ditentukan dngan penjumlahan bobot
atom-atomnya.
Untuk
Natrium Klorida, NaCl :
Satu satuan rumus NaCl mengandung
satu Na+ dan satu Cl-
Bobot
rumus NaCl = bobot atom (BA) + BA Cl
= 22,9 + 35,45 = 58,44
Dan
untuk Magnesium Klorida, MgCl2 :
Bobot
rumus MgCl2 = BA Mg + ( 2 ´ BA Cl )
= 24,30 + ( 2 ´ 35,45
) =
95,20
Bila sebuah senyawa mengandung
molekul-molekul diskrit, dapat juga didefinisikan bobot molekulnya. Bobot
molekul adalah massa dari sebuah molekul nisbi terhadap massa yang telah
ditentukan 12,00000 untuk satu atom 6C.
Dari rumus kimia yang telah
dipelajari dapat diperoleh banyak informasi, tetapi bagaimanakah rumus kimia
dapat diperoleh ? caranya sama dengan yang dilakukan oleh Dalton yaitu
menyimpulkan rumus tersebut dari percobaan penentuan komposisi suatu senyawa.
Melalui usaha Dalton ini kita telah mempunyai tabel bobot atom.
Persentase turunan menunjukkan
perbandingan missi-missi unsur-unsur suatu senyawa berdasar massa. Rumus kimia
memerlukan persen susunan ini yang dinyatakan dalam jumlah atom, yaitu berdasar
mol. Prinsip yang digunakan dalam contoh adalah : jumlah atom nishi dari tiap
jenis tidak tergantung dari satuan rumus tunggal, mol atau massa senyawa yang
dipakai dalam penelaahan. Banyaknya contoh yang digunakan, 100,0 g, memudahkan
konversi persen menjadi massa unsur yang sebenarnya.
Rumus yang diperoleh dengan cara
pada contoh adalah rumus yang paling sederhana yang mungkin disebut rumus
empiris. Rumus empiris dapat digunakan untuk menghitung bobot rumus senyawa.
Bobot molekul diperoleh dengan cara yang sama atau dengan melakukan perkalian
dengan bilangan tertentu terhadap bobot rumus. Rumus molekul dapat diperoleh
dengan mengalikan semua tik bawah (subscripts) dalam rumus empiris dengan
bilangan pengali menghubungkan bobot molekul dengan bobot rumus.
Satu komponen yang menentukan
keadaan larutan apakah sebagai padatan, cairan, atau gas disebut pelarut
(solvent). Komponen-komponen lain disebut zat terlarut (solute). Lambang NaCl
(aq) misalnya, menunjukkan bahwa air sebagai pelarut dan Natrium
Klorida, sebagai zat terlarut. Dalam air laut, air juga merupakan pelarut,
tetapi banyak sekali zat terlarutnya, dan NaCl yang paling banyak terdapat.
Jumlah zat terlarut yang dapat
dilarutkan dalam sebuah pelarut sangat bervariasi. Itulah sebabnya, perlu
mengetahui susunan atau konsentrasi yang tepat suatu larutan bila harus
dilakukan perhitungan pada reaksi kimia dalam larutan.
Sebagian besar dari pereaksi yang
berlebih tetap berada dalam campuran sampai reaksi berakhir. Pereaksi yang
menentukan hasil, disebut pereaksi pembatas dan pereaksi ini habis bereaksi.
Dalam suatu keadaan dapat terjadi bahwa pereaksi pembatas tidakdinyatkan secara
tegas. Dalam beberapa kasus pereaksi pembatas harus ditentukan dengan
perhitungan.
Dalam suatu reaksi reduksi –
oksidasi zat yang di oksidasi memungkinkan zat lain untuk di reduksi. Zat yang
di oksidasi disebut zat pereduksi. Dengan keterangan yang sama, zat yang di
reduksi memberi kesempatan pada zat lain untuk di oksidasi.
Hasil analisa dari suatu senyawa
besarnya dinyatakan dengan berat prosen dari masing-masing unsure penyusunnya.
Dari data ini dapat dihitung rumue empiris (rumus perbandingan). Rumus ini
menunjukkan perbandingan yang paling sederhana dari jumlah atom, yang menyusun
satu molekul senyawa tersebut.
Rumus molekul menunjukkan jumlah
yang sesungguhnya dari atom masing-masing unsure yang menyusun satu molekul
suatu senyawa. Rumus molekul dapat membedakan senyawa-senyawa yang mempunyai
rumus empiris yang sama, misalnya formaldehida, asam asetat, gliseraldehida dan
glukosa semuanya mempunyai rumus empiris CH2O, tetapi rumus
molekulnya berlainan yaitu :
Formaldehida : CH2O Gliseraldehida
: C3H6O3
Asam asetat : C2H4O2 Glukosa :
C6H12O6
Reaksi kimia dituliskan dengan
simbol-simbol yang disebut persamaan kimia, yang menyatakan semua reaktan yang
terlibat dalam reaksi tersebut dan semua produk yang terbentuk. Karena berat
sebelum dan setelah reaksi harus sama, maka jumlah atom dari masing-masing
unsure harus tetap pula. Sehingga kadang-kadang diperlukan angka-angka (disebut
koefisien), untuk menyamakan jumlah ato-atom ini, sebagai contoh misalnyareaksi
antara Zn dan HCl.
Zn +
2 HCl à ZnCl2 + H2
Kadang-kadang pula
dituliskan keadaan dari zat-zat yang ada, misalnya pada contoh di atas :
Zn (p) + 2 HCl (l) à ZnCl2 (l) + H2
(g)
Dalam percobaan yang sesungguhnya
kwantitas relative dari reaktan dapat berbeda dengan jumlah yang berimbang
dalam persamaan reaksinya. Kalau salah satu reaktan ada dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada yang diperlukan, maka kelebihan reagen ini tidak bereaksi.
Untuk mengetahui perubahan electron
pada reaksi oksidasi – reduksi, perlu diketahui bilangan oksidasi, atau disebut
pula tingkat oksidasi, yang dideinisikan sebagai muatan yang nampaknya dimiliki
oleh atom, bila electron dihitung dengan cara sebagai berikut :
- Elektron yang dimiliki bersama oleh dua atom yang berbeda
- Elektron yang dimiliki bersama oleh dua atom yang sama
ss=MsoNormal align=center style='text-align:center;line-height:150%'>BAB
3
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Alat dan bahan
3.1.1 Alat-alat
- Bekker gelas
- Termometer
- Gelas ukur
- Pipet tetes
- Pipet Volume 10 ml
- Balp
3.1.2 Bahan-bahan
- Larutan NaOH 2M
- Larutan H2SO4
2M
- Larutan HNO3 2M
- Aquades
3.2
Prosedur percobaan
® Stoikiometri system NaOH
– H2SO4
-
Diambil 2 ml larutan NaOH 2M
-
Diukur dan dicatat suhu NaOH
-
Diambil 6 ml larutan H2SO4 2M
-
Diukur dan dicatat suhu H2SO4
-
Dicampurkan 2 ml NaOH dan 6 ml H2SO4
2m
-
Diukur dan dicatat suhu campuran
-
Diulangi hal yang sama untuk campuran 4 ml NaOH 2M
dengan 4 ml H2SO4 2M dan campuran 6 ml NaOH 2M dengan 2
ml H2SO4 2M
® Stoikiometri system NaOH
_ HNO3
-
Dilakukan hal yang sama seperti system NaOH – H2SO4
dimana H2SO4 diganti dengan HNO3.
BAB
4
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
pengamatan
Sistem NaOH – H2SO4
2 M NaOh (ml)
|
2M H2SO4
(ml)
|
T°C NaOH 2 M
|
T°C H2SO4
2M
|
T°C
Campuran
|
2
|
6
|
29
|
29
|
30
|
4
|
4
|
29
|
28
|
33
|
6
|
2
|
29
|
28
|
35
|
System NaOH – HNO3
2M NaOH (ml)
|
2M HNO3 (ml)
|
T°C
NaOH 2M
|
T°C
HNO3 2M
|
T°C
Campuran
|
2
|
6
|
29
|
29
|
30
|
4
|
4
|
28
|
30
|
34
|
6
|
2
|
28
|
29
|
30
|
4.2 Reaksi dan
Perhitungan
- Stoikiometri system NaOH – H2SO4
§
Percobaan 1
2 NaOH + H2SO4 à Na2SO4 +
2 H2O
M 4 12
R 4
2 2 4
S - 10 2 4
Þ Reaksi non stoikiometri
Massa Na2SO4 = mmol
. Mr Na2SO4
=
2 . 142
= 248 mgr
§
Percobaan 2
2 NaOH + H2SO4 à Na2SO4 +
2 H2O
M 8
8
R 8
4 4
8
S - 4 4 8
Þ
Reaksi non stoikiometri
Massa Na2SO4 = mmol
. Mr Na2SO4
=
4 . 142
= 568 mgr
§
Percobaan 3
2 NaOH + H2SO4 à Na2SO4 +
2 H2O
M 12
4
R 8
4 4 8
S 4
- 4 8
Þ Reaksi non stoikiometri
Massa Na2SO4 = mmol
. Mr Na2SO4
=
4 . 142
= 568 mgr
- Stoikiometri system NaOH – HNO3
§
Percobaan 1
NaOH + HNO3 à NaNO3 +
H2O
M 4 12
R 4 4 4
4
S - 8 4
4
Þ Reaksi non stoikiometri
Massa NaNO3 = mmol
. Mr NaNO3
=
4 . 85
= 340 mgr
§
Percobaan 2
NaOH + HNO3 à NaNO3 +
H2O
M 8 8
R 8 8 8
8
S - - 8
8
Þ Reaksi stoikiometri
Massa NaNO3 = mmol
. Mr NaNO3
=
. 85 =
680 mgr
§
Percobaan 3
NaOH + HNO3 à NaNO3 +
H2O
M 12 4
R 4 4 4
4
S 8 - 4
4
Þ Reaksi non stoikiometri
Massa NaNO3 = mmol
. Mr NaNO3
=
4 . 85
= 340 mgr
4.3
Pembahasan
Prinsip percobaan untuk system NaOH
- H2SO4 adalah menentukan titik maksimum dan titik
minimum serta reaksi stoikiometri dan reaksi non stoikiometri pada system NaOH
- H2SO4. prinsip percobaan untuk system NaOH – HNO3
adalah menentukan titik maksimum dan titik minimum serta reaksi stoikiometri
dan reaksi non stoikiometri pada system NaOH – HNO3.
Reaksi stoikiometri adalah suatu
pereaksi yang jika direaksikan akan habis tanpa sisa. Dan untuk reaksi non
stoikiometri adalah pereaksi yang jika direaksikan maka akan bersisa. Reaksi
eksoterm adalah reaksi yang membebaskan kalor atau energi dari system ke
lingkungan, sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang memerlukan kalor atau
energi dari lingkungan ke system. Titik maksimum adalah titik ketika dimana
reaksi mencapai keadaan stoikiometri, dan titik minimum adalah titik di mana
reaksi mencapai keadaan non stoikiometri.
Reaksi pembatas adalah prediksi yang
habis lebih dahulu apabila zat-zat yang direaksikan tidak ekuivalen, maka salah
satu prediksi yang lain bersisa jumlah reaksi bergantung pada jumlah pereaksi
yang habis terlebih dahulu. Reaksi sisa merupakan reaktan yang tidak habis
bereaksi dan masih bersisa.
Hubungan antara suhu dan reaksi
stoikiometri adalah suhu akan mencapai titik maksimum atau nilai maksimum bila
reaksi tersebut adalah reaksi stoikiometri.
Pada percobaan yang dilakukan terdapat
dua system, yaitu system campuran NaOH – H2SO4 dan system
NaOH _ HNO3. Pada kedua system tersebut memiliki prinsip menentukan
reaksi stoikiometri dan non stoikiometri. Pada system NaOH – HNO3
terdapat reaksi stoikiometri pada 4 ml NaOH 2M dicampurkan 4 ml HNO3
2 M.
®
Stoikiometri system NaOH - H2SO4
- Percobaan
pertama, 2 ml NaOH 2 M dengan 6 ml H2SO4 2 M
Pada percobaan ini, reaksinya tidak terjadi reaksi
stoikiometri melainkan non stoikiometri karena masih ada reaksi yang tersisa
yaitu H2SO4.
- Percobaan
kedua, 4 ml NaOH 2 M dengan 4 ml H2SO4 2 M
Pada
percobaan ini, reaksinya tidak terjadi reaksi stoikiometri melainkan non
stoikiometri karena masih ada reaksi yang tersisa yaitu H2SO4.
- Percobaan ketiga, 6 ml NaOH 2 M dengan 2 ml H2SO4
2 M
Pada
percobaan ini, reaksinya tidak terjadi reaksi stoikiometri melainkan non
stoikiometri karena masih ada reaksi yang tersisa yaitu NaOH.
Maka dari ketiga percobaan itu tidak ada yang
termasuk dalam reaksi stoikiometri.
®
Stoikiometri system NaOH – HNO3
- Pada percobaan pertama, 2 ml
NaOH 2 M dengan 6 ml HNO3 2 M
Pada
percobaan ini, bukan termasuk reaksi stoikiometri, karena pereaksinya masih ada
yang sisa, yaitu HNO3
- Pada percobaan kedua, 2 ml NaOH
2 M dengan 6 ml HNO3 2 M
Pada
percobaan ini, termasuk reaksi stoikiometri karena pereaksinya habis bereaksi.
- Pada percobaan
ketiga, 6 ml NaOH 2 M dengan 2 ml HNO3 2 M
Pada
percobaan ini, bukan termasuk reaksi stoikiometri, melainkan non stoikiometri,
karena pereaksinya masih bersisa, yaitu HNO3
Pada
percobaan stoikiometri system NaOH – HNO3, percobaan pertama dan
ktiga bukan termasuk reaksi stoikiometri dan percobaan kedua adalah reaksi
stoikiometri.
Faktor
yang mempengaruhi kesalahan adalah pada saat pengukuran suhu larutan,
thermometer belum stabil sehingga mengakibatkan kesalahan pada suhu campuran
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Petrucci, H.R.1985.Kimia dasar
edisi keempat jilid 1.Jakarta:Erlangga.
Respati.1992.Dasar-dasar ilmu
kimia.Jakarta:Rineka cipta.
S, Syukri.1999.kimia dasar 1.Bandung.ITB.
(y)
ReplyDelete:)
Deletemana metode analisa datanya??
ReplyDeletekami praktikum dengan file seperti di atas.. jadi sya hx mencantumkan itu. mungkin bisa di cari di refrensi lainnya.. terimkasih...
DeleteThanks informasinya kak
ReplyDeletesipp.. sama-sama :D
DeleteKesimpulannya ?
ReplyDelete